PALU EKSPRES, PALU – Makna kata ‘Fitri’ dalam Hari Raya Idul Fitri turut dimaknai dalam analisis bahasa Arab mengandung dua makna, yakni kesucian dan keindahan. Menurut Prof. Dr. Rusli, Idul Fitri memiliki arti ‘kembali kepada kesucian dan keindahan’. Dua sifat tersebut, yakni Suci dan Indah, adalah sifat-sifat yang melekat pada Allah SWT yakni Quddus (Maha Suci) dan Jamil (Maha Indah).
Hal ini disampaikan Prof. Rusli, saat menjadi Khatib pada salat Idul Fitri 1440 H, yang diselenggarakan Universitas Tadulako (Untad), di lapangan Islamic Center Tondo, Rabu 5 Juni 2019. Hadir pada salat Id tersebut Rektor Untad, Prof. Dr. H. Mahfudz, beserta unsur pimpinan dan civitas akademika Untad lainnya, bersama para warga sekitar Kelurahan Tondo.
Dalam khutbahnya, Prof. Rusli mengajak umat Islam untuk meniru kedua sifat Allah SWT yakni Quddus dan Jamil. Hal ini disebutnya sesuai dengan anjuran dari Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umat untuk berakhlak dan memiliki moral atau etika Allah SWT.
“Kita diperintahkan untuk senantiasa suci hati dan selalu meyucikan hati. Mengapa hati? Karena bagus tidaknya sikap dan perbuatan manusia tergantung sejauh mana hati ini terkondisikan. Jika hati bagus, yang memancar dari diri kita adalah kebaikan dan keindahan. Itulah yang dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW,” tuturnya.
Contoh tersebut dikatakannya, salah satunya ketika Nabi Muhammad SAW mendapatkan perlakuan negatif dari orang-orang yang menentang dakwahnya, bahkan hingga mengejeknya dengan melempari kepala Nabi dengan tanah. Hal itu tidak dibalas Nabi dengan marah dan makian, namun dengan kebaikan yakni berdoa dan sabar.
Hal inilah yang disebutkan Direktur Pascasarjana IAIN Palu ini, sebagai moralitas agama yang paling mengensankan dalam hidup manusia, yaitu menolak kejahatan dengan kebaikan. Sebaliknya, jika hati berpenyakit maka yang muncul adalah perbuatan jahat dan keburukan.
“Berbagai kekerasan yang terjadi di masyarakat kita, pada dasarnya berangkat dari hati yang sakit. Hati yang tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Hati yang mati dan kosong dari kasih saying dan empati,” tegasnya.