PALU EKSPRES, PALU – Forum libu ntodea tentang sengkarut polemik lahan hak guna bangunan (HGB) di Palu, mengupas masalah terkait kendala penyiapan lahan untuk pemukiman hunian tetap (Huntap) yang telah masuk dalam surat keputusan (SK) Gubernur Sulteng tentang penetapan lokasi (Penlok).
Isu yang mengemuka dalam forum ini adalah terkait munculnya surat Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Sulteng nomor 949/ 72.MP.03.03/X/2019 tentang pengeluaran dari database tanah terindikasi terlantar dalam seluruh lahan HGB yang berada di Kota Palu.
Inti surat yang diajukan pada Direktur Jenderal Penertiban Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI ini meminta agar pemegang HGB meyumbangkan sebagian tanah untuk Huntap. Sisanya akan diusahakan perpanjangan hak. Jika ada penyerahan secara sukarela maka akan diberi penghargaan berupa perpanjangan sisa tanah dan mengeluarkan dari data base tanah terindikasi terlantar.
Adalah Eva Bande yang pertama kali mengkririsi surat ini. Aktivis agraris ini menyebut penghargaan dalam bentuk pengeluaran dari database tanah terlantar merupakan akal-akalan BPN Sulteng. Menurutnya, munculnya surat itu diduga adalah permainan perusahaan pemegang HGB dan pejabat BPN. Karena yang namanya tanah terlantar, tidak bisa lagi ada perpanjangan.
“Harusnya yang ada hanya sanksi. Tidak adalagi istilah perpanjangan. Harusnya sudah dikuasai dan digunakan negara serta dimanfaatkan untuk kepentingan publik,” tegasnya.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010, Pasal 16 kata dia, tanah terlantar tidak boleh lagi diterbitkan izin. Harus ditetapkan untuk kepentingan umum. BPN pun harusnya melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap seluruh lahan lahan HGB. Untuk memastikan apakah selama dalam penguasaan pemegang HGN memanfaatkan sesuai peruntukan atau tidak.
“Inikan tidak ada evaluasi lalu tiba-tiba mempertimbangkan untuk perpanjangan hak. Ada apa?,” ujarnya.
Dari aspek ideologis, sosiologi dan filosofis, Undang-Undang Agraria tambah Eva telah mengatur adanya penyediaan tanah untuk kesejahteraan masyarakat. Terlebih jika berbicara untuk kepentingan penyediaan lahan Huntap, maka lahan lahan itu harusnya sudah dikuasi negara tanpa alasan apapun.
“Kalau begini harus lakukan penyelidikan terkait munculnya surat penghargaan tanah terlantar sebagai kompensasi.Rekomendasi saya Polda Sulteng harus melakukan pemeriksaan dan penyelidikan,” tegasnya lagi.