Menggeser Kebenaran dalam Pikiran

  • Whatsapp
IMG_20191221_091038

Oleh Hasanuddin Atjo, Ketua Ispikani Sulteng

JADWAL Lion Air Palu-Makassar sejak bulan lalu diajukan 1 jam lebih awal dari 07.10 WITA ke 06.10 WITA. Realitasnya tetap saja ada yang tidak dapat berangkat karena terlambat ke Bandara meskipun sudah web chekin. Ini kembali lagi kepada bagaimana membangun kemampuan adaptasi terhadap sebuah perubahan.

Bacaan Lainnya

Seperti biasa kembali mengetik di android dan teringat kejadian 35 tahun lalu. Di tahun 1985 diangkat menjadi tenaga Penyuluh Perikanan Spesialist ( PPS ) yang ditugaskan di Kabupaten Barru dan Pinrang Sulawesi Selatan. Saat itu jumlah sarjana S1 terbatas dan kurang berminat bertugas sebagai penyuluh di daerah. Diperparah lagi kondisi infrastruktur di saat itu tidak seperti sekarang, antara lain listrik PLN hanya menyala di malam hari sampai pukul 24.00.

Di akhir tahun 2015 mendapat pelatihan dari FAO project terkait peningkatan kompetensi dan kapasitas penyuluh dalam menyusun perencanaan untuk program pemberdayaan masyarakat. Salah satu senior expert FAO dalam pelatihan itu menyampaikan bahwa: Kebenaran itu sesungguhnya terdiri atas “Kebenaran dalam pikiran dan kebenaran dalam realitas”. Seorang penyuluh harus memiliki dua kebenaran itu dengan proporsi yang seimbang. Harapannya, yang bersangkutan dapat menyusun perencanaan pemberdayaan dengan sebisa mungkin. Karena itu seorang penyuluh dituntut untuk memperdalam teori dan memperbanyak ujicoba yang saat itu dikenal dengan istilah kaji terap. Ini lah yang hilang dalam program pemberdayaan. Tenaga-tenaga pendamping yang direkrut dalam sebuah program pemberdayaan dinilai belum memiliki kebenaran dalam pikiran dan realitas yang baik dan seimbang.

Sejumlah pengamat mengemukakan bahwa program pemberdayaan saat ini dinilai kurang sukses. Salah satu penyebabnya bahwa perencanaan yang disusun lebih berbasis pada kebenaran dalam pikiran. Basis kebenaran seperti itu kurang memiliki pengalaman terkait “social barier, market barier” terhadap pengembangan komoditas dalam rangka pemberdayaan.

Solusi yang dapat dipertimbangkan untuk meminimalkan masalah itu adalah pemberdayaan dengan pendekatan “Penta Helix” bahwa mulai dari perencanaan sampai dengan pengedalian melibatkan lima komponen yaitu pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat dan media.

Pos terkait