“Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, sehingga saya sendiri turun sekitar 2 tahun yang lalu di Desa Kayuboko menyusuri salah satu sungai, kami menemukan kejadian yang luar biasa di sana,” ungkapnya.
Pada saat itu, menurut perhitungan pihaknya, ada sekitar 50 unit eksavator di wilayah itu.
“Hampir 50 unit pak, eksavator pada saat itu, sekitar 2 tahun yang lalu saya naik motor ojek kurang lebih 1 jam baru sampai di salah satu sungai di sana tapi saya tidak tau apakah hari ini masih berlaku atau tidak,” ungkapya.
Terkait dengan kegiatan di dalam wilayah izin usaha operasi produksi PT. KNK kata dia, pihaknya telah melakukan peninjauan, begitupun di Kayuboko.
“Saya menyampaikan beberapa hal atau meluruskan informasi yang simpangsiur bahwa memang secara legalitas PT. KNK itu ada. IUP ini statusnya clean and clear dalam artian secara perizinan dan kewilayahan tidak ada simpangsiur,” ujarnya.
Tetapi, soal kegiatan wilayah tersebut lanjut dia, belum memenuhi syarat seperti, syarat administrasi dan syarat teknis.
“Nah, di pihak kami ini yang belum terpenuhi dan Gubernur Sulteng sudah mengeluarkan surat kepada pimpinan PT. KNK dan ditembuskan ke beberapa pihak terkait lainnya,” kata dia.
Ia juga menyampaikan, terkait pengelolaan wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang dikelola oleh masyarakat harus ada regulasi. Dan, regulasi yang ada saat ini melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 3673 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan di Pulau Sulawesi.
“Berdasarkan data yang ada pada kami bahwa WPR di Kabupaten Parigi Moutong itu ada di 7 kecamatan yang mana luas totalnya kurang lebih 1.694 hektare, setiap WPR ini memilki luas wilayah masing-masing maksimal 25 hektare,” ujarnya. (asw/palu ekspres)