PALU EKSPRES, PALU- Penyebaran Corona Virus Deases 2019 atau COVID-19 kian massif penyebarannya. Provinsi Sulawesi Tengah pada awal-awal Bulan Maret 2020, kasus terkonfirmasi positif masih di bawah angka 10 kasus. Sebulan kemudian, kasus terkonfirmasi positif di Sulteng melonjak drastis, angkanya sudah menyentuh sekitar 70 kasus. Tak berselang lama, di awal Mei 2020, angkanya sudah menyentuh 75 kasus terkonfirmasi positif.
Bahkan, di Kabupaten Buol sendiri, kasus terkonfirmasi positif sudah mencapai 29 kasus, 2 PDP, dan 65 ODP. Sehingga, kabupaten yang dipimpin oleh Dr. Amiruddin Rauf SPoG ini mengusulkan ke Pemerintah Pusat melalui Menteri Kesehatan untuk bisa menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Ketua LP2M IAIN Palu, Prof. Dr. H. M. Asy’ari, M.Ag mengatakan lonjakan angka terkonfirmasi positif COVID-19 di Sulteng harus disikapi serius dengan meningkatkan kewaspadaan agar tidak semakin massif penyebarannya. Meningkatkan kewaspadaan bukan dalam artian yang bisa menimbulkan kepanikan yang berujung menghilangkan sikap rasionalitas dalam menyikapi persoalan. Jika rasionalitas dikesampingkan, tak menutup kemungkinan kita akan menghakimi dan menyalahkan korban COVID-19.
“Sesama manusia, kita harus memiliki sikap empati dan simpati kepada para korban. Sehingga kita senantiasa menjauhkan diri dari sikap menghakimi dan menyalahkan korban,” kata Prof Asya’ari, Minggu (10/5/2020).
Dalam penyebaran virus Corana katanya, sebagai umat Muslim, harus mampu menjadi pribadi yang bisa memutus mata rantai penyebaran virus itu. “Secara bersama kita perlu membangun kesadaran, pemahaman dan sikap yang sama untuk secara aktif terlibat dalam mencegah penyebaran virus corona semakin meluas, sehingga semakin mempercepat wabah ini berakhir,” ujar Prof Asy’ari yang merupakan ketua umum Darud Da’wah wal Irsyad (DDI) Sulteng.
Namun yang pastinya, kasus COVID-19 ini harus disikapi secara cepat dan tepat. Seluruh pihak harus memiliki kepedulian untuk terlibat aktif dalam pencegahan penyebaran virus corana ini. Termasuk pihak pemerintah karena pemerintahlah yang mengemban amanat rakyat dalam pengaturan urusan hidup yang berkaitan dengan publik.
Lantas bagaimana ummat Muslim menyikapi wabah COVID-19 ini. Menurut Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Sulteng ini, dalam persfektif ajaran Islam, bencana dapat dimaknai sebagai musibah yang bisa menimpa kepada siapa saja, kapan dan dimana saja. Musibah adalah keniscayaan yang harus dihadapi oleh setiap manusia. Sebagaimana Allah tegaskan dalam Alquran surah Al Baqarah ayat 155. “Dan, sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu akan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Ayat ini katanya, menunjukkan bahwa musibah atau bencana adalah keniscayaan yang harus dihadapi oleh setiap manusia. Bencana, apapun bentuknya, sesungguhnya adalah merupakan bentuk kasih sayang Allah SWT kepada manusia. Berbagai peristiwa yang menimpa manusia pada hakekatnya merupakan ujian dan cobaan atas keimanan dan perilaku yang telah dilakukan oleh manusia itu sendiri. (fit/palu ekspres)