Syawal dan Tradisi Halalbihalal

  • Whatsapp
Basrin Ombo. Foto: Dok

Oleh Basrin Ombo, S.Ag., M.HI

Sebulan lamanya umat Islam yang beriman dianjurkan untuk berpuasa sesuai dengan perintah Allah SWT. Pencapaian akhir dari ibadah puasa itu adalah memperoleh gelar “Muttaqiin”, (Q.S. Al-Baqarah ayat 183), gelar ketakwaan yang hanya diberikan oleh Allah SWT. kepada orang-orang yang dinyatakan lulus dalam berbagai ujian.

Bacaan Lainnya

Nilai taqwa merupakan bekal yang terbaik dalam menjalani kehidupan di dunia ini. “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu” (Al-Hujurat ayat 13).

Ciri-cirinya adalah:  Pertama: gemar berinfak/ bersedekah baik di waktu lapang maupun sempit, Kedua: memiliki kemampuan untuk selalu menahan diri dari sifat amarah, Ketiga: tidak pendendam dan bersifat pemaaf, Keempat: selalu ingat kepada Allah dengan bertobat dan selalu memohon ampunan, Kelima: secara sadar tidak mengulangi perbuatan keji dan munkar yang pernah dilakukan.

Setelah perang melawan hawa nafsu selesai, umat Islam kembali kepada hari kemenangan di hari yang fitri. Ada sebuah tradisi yang sudah membudaya pada masyarakat (Islam) Indonesia, yakni “Halalbihalal” yang tujuan utamanya adalah bermaaf-maafan. Tradisi ini biasanya dilakukan bersilaturrahim dengan cara saling kunjung mengunjungi, atau karena kesibukan satu sama lainnya begitu padat, biasanya dibuatlah agenda untuk bersilaturrahim dengan cara mengumpulkan massa yang banyak dalam sebuah acara halalbihalal yang diisi ceramah agama yang berkaitan dengan saling maaf-memaafkan.  Kini, di tengah wabah pandemi covid-19 ini, bersilaturrahim pun tetap berjalan sekalipun itu dilakukan secara daring dengan memanfaatkan fasilitas media sosial.

Halalbihalal merupakan momentum yang sudah mentradisi di kalangan umat Islam Indonesia. Lalu apakah maaf memaafkan itu hanya dilakukan pada saat merayakan kemenangan di hari fitri?  Pada dasarnya, dalam agama bahwa perbuatan maaf memaafkan tidak dibatasi dengan waktu maupun kondisi tertentu, tetapi bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun, karena hal ini sangat dianjurkan dalam Islam. “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf…,” (Q.S. Al-A’raf ayat 199). Disebutkan di ayat yang lain: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (Q.S. Ali-Imran ayat 134). Dalam sebuah hadis disebutkan: “Barangsiapa melakukan kezhaliman kepada suadaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan padanya,” (HR. Al-Bukhari). Dalam hadis lain disebutkan: “Orang-orang yang pengasih akan dikasihi oleh Sang Maha Pengasih Tabãraka Wata’ãlã, Kasihilah mereka yang di bumi, maka akan mengasihimu mereka yang di langit.” (As-Sakhãwiy mengatakan, hadis ini dikeluarkan oleh al-Bukhariy di ‘al-Kinã’ dan ‘al-Adab al-Mufrad’; oleh al-Humaidiy dan Ahmad di Musnad keduanya; oleh al-Baihaqiy di ‘Syu’ab al-Ïmãn’; oleh Abu Daud di Sunannya dan at-Turmudziy di ‘Jãmi’nya dan berkata: “Ini hadis hasan dan shahïh”; juga oleh al-Hãkim di ‘Mustadrak’nya dan beliau mensahïhkannya).

Pos terkait