PALU EKSPRES, PARIMO- Panitia Khusus (Pansus) Covid-19 DPRD Parigi Moutong (Parimo) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) yang menghadirkan Dinas Kesehatan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang tergabung dalam tim gugus tugas penanganan Covid-19.
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Pansus Covid-19 DPRD Parimo, Sutoyo didampingi Ketua DPRD dan diikuti anggota DPRD lainnya, membahas tentang surat keterangan berbadan sehat (SKBS) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat berlangsung di ruang rapat DPRD, Kamis (4/6/2020).
Karena menurut DPRD bahwa surat edaran yang dikeluarkan Dinas Kesehatan yang merujuk pada Perbup 19 tersebut dinilai hanya menambah beban bagi masyarakat di tengah wabah virus corona saat ini.
Ketua Pansus Covid-19 DPRD, Sutoyo mengatakan, pihaknya sengaja untuk mengundang tim gugus tugas guna membahas terkait SKBS yang saat ini tengah menjadi polemik di masyarakat.
“Kami dari pansus covid-19 mengundang bapak/ibu ke sini karena ada fenomena yang kurang bagus muncul di tengah masyarakat saat ini yaitu adanya surat edaran yang beredar di semua Puskesmas di Parimo,” ujarnya.
Adapun isi surat edaran itu kata Sutoyo adalah tentang SKBS sehingga dalam rapat tersebut pihaknya menunggu apa nantinya jawaban yang akan diberikan oleh kepala Dinas Kesehatan tentang pembuatan SKBS bagi warga yang akan bepergian.
Dalam Perbup Nomor 27 tahun 2019 tentang penyesuaian tarif retribusi pelayanan kesehatan untuk pembuatan SKBS senilai Rp 20 ribu untuk pelajar dan Rp 25 ribu berlaku untuk umum. Dan, itu sudah berlaku di semua Puskesmas.
“Beberapa hari ini teman-teman mahasiswa, pelajar bahkan masyarakat telah mengeluhkan hal ini,” kata Sutoyo.
Padahal, diketahui bahwa APBD telah direalokasikan untuk penangan Covid-19 sekitar Rp 26 miliar. Kemudian untuk penanganan kesehatan kurang lebih Rp 19 miliar.
“Ketika anggaran penanganan Covid-19 sudah direalokasikan, untuk apalagi rakyat dibebankan membayar tarif dalam pengurusan SKBS,” ujarnya.
Sehingga, menurutnya Perbup Nomor 27 Tahun 2019 tentang penyesuaian tarif retribusi pelayanan kesehatan ini hanya bisa diberlakukan pada situasi normal.
“Makanya kami minta surat edaran ini dicabut dan tidak lagi diberlakukan di saat pandemi covid-19, karena ini hanya akan menambah beban bagi masyarakat kurang mampu dan lainnya, bisa digunakan apabila kita sudah melewati masa pemdemi covid-19,” tegasnya.
“Ini kan situasi darurat kenapa lagi kita membebani rakyat dengan membayar tarif sperti itu,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan dr. Revi Tilaar mengatakan, tarif untuk pengurusan SKBS itu sudah berlaku sejak tahun 2014. Sehingga, hal tersebut tetap berlanjut hingga saat ini.
“Kalau SKBS saya gampang mencabut, sekarang juga saya bisa cabut. Tapi, soal Perbup saya punya pimpinan karena yang menandatangani itu adalah pak bupati. Jadi, kalau dicabut berarti saya melanggar sebagai bawahan,” kata Revi.
Sehingga, terkait hal itu pihaknya terlebih dahulu melakukan koordinasi kepada pimpinan daerah dalam hal ini Bupati Parimo. (asw/palu ekspres)