Oleh Muh. Ilyas ***
Lagu “Hari Merdeka” karya Haji Mutahar selalu dikumandangkan penuh semangat oleh anak bangsa setiap hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Kemerdekaan merupakan dambaan setiap orang bahkan setiap bangsa-bangsa di dunia. Kemerdekaan adalah hak setiap bangsa, termasuk Bangsa Indonesia.
Secara historis perlawanan-perlawanan tidak pernah terhenti dilakukan oleh para pejuang bangsa dalam upaya mengusir penjajah. Hal ini sebagai tekad Bangsa Indonesia untuk mewujudkan bangsa yang merdeka dalam menentukan nasib dan perjalanan bangsa di tangannya sendiri.
Ketika menilik peristiwa sejarah Indonesia 77 tahun yang lalu dalam kelender hijriyah serta 75 tahun dalam kelender masehi, Ir Soekarno membacakan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada hari Jumat 9 Ramadhan 1364 H, bertepatan dengan tanggal 17 Agusutus 1945 . Kemerdekaan itu adalah anugerah di hari yang paling mulia dan di bulan yang paling mulia.
Anugerah kemerdekaan menjadi sebuah berkah tersendiri karena bisa melepaskan penindasan dan belenggu dari para penjajah. Namun perlu disadari, meskipun sudah merdeka perlu untuk selalu diingat perjuangan para pahlawan agar setiap elemen bangsa dapat merawat kemerdekaan Indonesia. Amanah UUD 1945 juga memberi pesan moral bahwa kemerdekaan Bangsa Indonesia adalah Rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini menunjukkan bahwa bepuluh-puluh hingga beratus tahun yang lalu para pejuang bangsa selain berjuang dengan pedang, keris, bambu runcing untuk merebut kemerdekaan, para pejuang juga mepertahankan kemerdekaan ini dengan takbir yang membahana di setiap lorong waktu bangsa ini.
Elemen bangsa sepantasnya mengambil tauladan dari takbir komando seorang Sultan Babullah di Ternate, yang mana ketika Portugis dengan misi zendingnya memasuki bumi Nusantra, khususnya Maluku, selain untuk berdagang ternyata Portugis berhasrat menguasai wilayah Ternate. Bahkan, mereka memeiliki misi Gospel ( penyebaran agama ). Maka, Sultan Babullah di masa itu secara tegas menyerukan perwalanan pada seluruh rakyat Ternate dan negeri-negeri sekitarnya untuk menghancurkan dan mengusir Portugis dari Maluku, hingga pada akhirnya dalam sebuah tulisan yang berjudul Lapsus Syamina: “Pengepungan Benteng Portugis. Kekalahan super power Portugis oleh jihad Babullah di Ternate” dijelaskan bahwa pada tahun kelima tepatnya 28 Desember 1575, bertepatan dengan “Hari Suci Santo Stefanus”, Portugis menyerah tanpa syarat setelah diultimatum oleh Sultan Babullah. Pasukan Portugis keluar dari Maluku dengan hina setelah berkuasa dan berjaya mengeruk keuntungan dengan zalim di daerah Maluku kurang lebih 53 tahun ( 1522-1575 ).