Pilgub Sulteng 2020; Ide, Narasi dan Eksekusi

  • Whatsapp
Hasanuddin Atjo. Foto: Istimewa

Oleh Hasanuddin Atjo

Pilgub Sulteng tahun 2020 hanya diikuti dua pasang calon dan disingkat paslon. Paslon nomor urut 1 adalah Hidayat Lamakarate dan Bartholemeus Tandigala. Sedangkan Paslon nomor urut 2, Rusdy Mastura dan Makmun Amir.

Bacaan Lainnya

Paslon nomor urut 1 adalah ASN aktif dengan jabatan akhir Sekprov (Cagub) dan salah satu kepala OPD di Provinsi Sulawesi Tengah (Cawagub). Keduanya harus mundur dari ASN, meskipun karirnya masih panjang, utamanya cagub dikarenakan aturan.

Selanjutnya Paslon nomor urut 2, dua-duanya adalah mantan kepala daerah, yaitu cagubnya wali kota Palu dua priode berturut turut dan cawagub bupati Banggai. Bahkan cagub Paslon ini pernah sebagai ketua DPRD Kota Palu.

Pengalaman kedua Paslon ini dalam melaksanakan tatakelola pemerintahan tentunya tidak perlu lagi diragukan. Menjadi bagian terpenting di pilgub ini apa sesungguhnya yang harus menjadi kriteria ideal paslon yang berkontestasi sebagai referensi pemilik hak suara menetapkan pilihannya di Pilgub yang akan dihelat 9 Desember tahun 2020.

Berdasarkan diskusi pada sejumlah kesempatan, memberi simpulan bahwa daerah ini memiliki potensi SDA sangat menjanjikan seperti Pertanian, Perikanan Kemaritiman, Migas, Nikel, Emas dan batuan lainnya, industri pengolahan, dan Pariwisata. Namun daerah ini dinilai sejumlah kalangan menyisahkan sejumlah PR besar dan menuntut untuk dituntaskan.

Karena itu , kriteria dari figur Paslon yang dibutuhkan oleh provinsi ini di periode lima tahun kedepan adalah yang bertekad dan mampu membawa daerah ini keluar dari sejumlah persoalan mendasar yang dihadapi. Sejumlah persoalan tersisa dan harus dtuntaskan itu antara lain adalah;

Pertama, kapasitas fiskal daerah ini kategori sangat rendah, yaitu peringkat ke 25 dari 34 Provinsi. Ini memberi indikasi bahwa kemampuan belanja daerah terbatas, karena belanja pegawai kebih besar dari PAD. Dan ketergantungan anggaran ke pemerintah pusat sangat besar dalam bentuk DBH, DAU, dan dana bantuan lainnya.

Kedua, sejumlah program pemberdayaan di Sulawesi Tengah dinilai belum efisien dan efektif yang terindikasi tingginya angka kemiskinan dan berada di atas nasional yaitu 12,98 persen di 2019. Angka kemiskinan selama 10 tahun terakhir hanya turun 1,4 persen atau 0,14 persen per tahun. Angka kemiskinan yang tinggi juga berkorelasi dengan stunting yaitu pertumbuhan fisik dari anak balita yang abnormal, sangat pendek dan pendek berada di atas rata-rata nasional. Selain itu angka kemiskinan yang tinggi, berpengaruh kuat terhadap akses pendidikan dan kesehatan masyarakat.

Pos terkait