Sulteng Rangking 4 Nasional Angka Perceraian

  • Whatsapp
Maria Ernawati. Foto: Istimewa

PALU EKSPRES, PALU – Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menunjukkan daerah ini berada di peringkat ke empat kasus perceraian tertinggi se Indonesia.

Berdasarkan data BPS itupula, jumlah kasus pernikahan di bawah 20 tahun, Sulteng juga berada pada rangking 5 nasional.

Bacaan Lainnya

Demikiam Kepala Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Provinsi Sulteng, Dra. Maria Ernawati, dalam sebuah live talk show, di salah satu televisi di Kota Palu. Selasa 10 November 2020.

Erna, begitu ia akrab disapa, dalam kesempatan itu menyebut, tingginya angka cerai di Sulteng disebabkan karena tingginya angka pernikahan usia dini.

“Tingkat perceraian di Sulteng yang juga masuk sepuluh besar, atau rangking empat,”katanya.

Hal ini menurutnya perlu diantisipasi bersama. Karena itu pihaknya mendorong adanya integrasi program seluruh stakeholder terkait dalam menekan angka pernikahan dini sekaligus perceraian tersebut.

Lintas sektor terkait yang perlu secara bersama melaksanakan program itu antara lain, tokoh agama, masyarakat, adat dan Forum Generasi berencana (GenRe).

“Kami telah bersepakat untuk bergerak bersama menangani hal itu,”ujarnya.

Pengintegrasian program itu akan didorong melalui program “Patujua” atau menuju tujuan bersama. Integrasi program lintas sektor terkait ini nantinya akan disusun dalam sebuah Peraturan Gubernur (Pergub) Sulteng.

“Ini menjadi salah satu program untuk memberi sosialisasi, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), sebagai langkah untuk melakukan tindakan pencegahan,”tandasnya.

Sementara itu, Kepala Sub Bidang Kesehatan Reproduksi BkkbN Sulteng, dr. Ocha, dalam talkshow ini mengulas tentang dari sisi kesehatan mengenai dampak pernikahan dini yang dapat m ofengakibatkan resiko kanker serviks.

“Jika berhubungan di bawah umur 18 tahun beresiko kanker serviks, karena usia itu masih memiliki mulut rahim yang masih terbuka keluar. Dari segi kesehatan reproduksi dan psikologi, usia yang siap untuk menikah yakni, 20 sampai 35 tahun,” jelasnya.

Menyambung hal itu, Erna kembali meminta para ‘skipers’ untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Yaitu melalui perencanaan reproduksi yang sehat, dan perlunya keterlibatan orang tua dalam memberikan pemahaman kepada remaja terkait pendewasaan usia perkawinan

Pos terkait