Gubernur Sulteng, H Longki Djanggola bersama Kepala Perwakilan BKKBN Sulteng, Maria Ernawati. Foto: Humas Pemprov Sulteng.
PALU EKSPRES, PALU- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mematangkan rencana program integrasi ‘Patujua’. Program ini merupakan strategi percepatan penurunan persentase perkawinan anak yang kini sudah dianggap mengkhawatirkan.
Untuk kepentingan ini, Kepala Perwakilan BKKBN Sulteng, Maria Ernawati melakukan audiens ke Gubernur Sulteng, H Longki Djanggola, Senin 16 Oktober 2020 di kantor Gubernur Sulteng.
Dalam kesempatan itu, Maria Ernawati menyebut, meski perkawinan anak telah dilarang undang-undang, namun faktanya masih banyak masyarakat yang mendukungnya.
“Hal ini terlihat dengan posisi Sulteng pada peringkat 5 provinsi dengan jumlah perkawinan anak terbanyak. Setelah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat,”katanya.
Sementara dari hasil mini survey BKKBN jelasnya, menunjukkan adanya motif agama sebagai alasan kuat mengapa masyarakat, khususnya orangtua dan pasangan belia mendukung perkawinan anak.
“Karena takut zina maka memilih nikah dini,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Sulteng, H Longki Djanggola berpendapat, faktor diatas hanyalah salah satu pembenaran melegalkan perkawinan anak, selain faktor budaya yang masih kuat yang dipegang masyarakat.
“Ada anggapan mengawinkan anak di usia dini itu malah suatu kebanggaan,”sebut Longki.
Padahal kata Longki, jika didalami, maka ada banyak kerugian yang akan menimpa pasangan usia anak. Misalnya calon bayi berpotensi stunting, kematian ibu melahirkan, perceraian dini, kemiskinan dan putus sekolah.
Karena itu, Longki mengaku sangat mengapresiasi terobosan program integrasi Patujua yang diangkat BKKBN Sulteng ini. Menurutnya inisiatif ini adalah upaya untuk mempercepat penurunan perkawinan anak di Sulteng.
“Paling penting sosialisasinya fokus dan terarah,”tekannya.
Ia juga meminta BKKBN dalam menjalankan program tersebut menyertakan para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk membantu meluruskan persepsi yang keliru karena akar masalahnya lanjut Gubernur antara lain budaya, orangtua dan agama.