PALU, PE – Tidak semua warisan Orde Baru jelek dan harus dinista. Selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru banyak diantaranya yang bagus dan masih tetap relevan dipertahankan untuk menjawab problem kebangsaan saat ini.
Salah satunya adalah Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang kini hilang dari masyarakat bahkan sekolah.
Ketika nasionalisme dan kebangsaan sedang dalam ujian hebat, maka tidak ada resep yang ampuh selain menghidupkan kembali program P4, sebuah model pembinaan kebangsaan warisan Orde Baru yang terbukti mampu menjaga keberagaman bangsa Indonesia.
Tuntutan untuk menghidupkan kembali P4 mengemuka pada sosialisasi empat konsensus berbangsa yang berlangsung di Desa Sunju – Sigi, Februari 2017.
Hadir sebagai pemateri pada sosialisasi ini, anggota MPR/DPR RI asal Sulawesi Tengah Muhidin M Said. Sosialisasi dihadiri warga di dua desa, Sunju dan Tinggede yang berlangsung di kantor desa Sunju.
Kepala Desa Sunju, Mause, meminta MPR RI menghidupkan kembali program P4 tersebut. Menurutnya lunturnya nilai-nilai Pancasila akibat dari hilangnya program P4 setidaknya bisa dilihat dari situasi kebangsaan saat ini.
Orang akan mudah berselisih hanya karena perbedaan pandangan, perbedaan agama dan ras. Jika ini tidak dirawat baik-baik melalui pengamalan nilai Pancasila secara optimal maka hal ini akan menjadi ancaman serius terhadap kebhinekaan bagi bangsa besar ini.
Menurut dia, pola simulasi yang diterapkan dalam pelatihan P4 itu memberikan kesan mendalam bagi pesertanya dan terdorong untuk mengamalkannya pada kehidupan sehari-hari.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Djamaludin warga Sunju lainnya. Untuk merawat keberagaman di Indonesia maka tidak ada resep lainnya, kecuali menghidupkan kembali Pendidikan Moral Pancasila dan P4.
Pendidikan Pancasila menyentuh anak didik di sekolah dan P4 bagi masyarakat luas. Dulu kata dia, Pancasila dan UUD 4, nyaris semua anak sekolah mengetahuinya. Namun saat ini banyak remaja yang tak lagi menghafal Pancasila dengan baik.
”Situasi bangsa sekarang ini ini harga mahal yang harus dibayar bangsa ini, ketika meninggalkan norma Pancasila,” katanya.