Syarifah Sa’diyah, Putri Guru Tua Tutup Usia

  • Whatsapp
Syarifah Sa’diyah. Foto: Istimewa

PALU EKSPRES, PALU – Syarifah Sa’diyah binti Sayyid Idrus bin Salim Al Djufrie, putri Pendiri Perguruan Alkhairaat, Habib Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua) dikabarkan tutup usia, Ahad (20/12/2020).
Dari pengumuman yang disampaikan Pengurus Masjid Alkhairaat, almarhumah menghembuskan nafas terakhir di RSU SIS Aljufri, sekitar pukul 19.00 Wita dan akan disalatkan di Masjid Alkhairaat, Senin (21/12/2020) pukul 11 siang.
Saat ini, jenazah Syarifah Sa’diyah sedang disemayamkan di rumah duka, Jalan Wahid Hasyim Palu.
Putri kedua pasangan Guru Tua dengan Intje Ami Dg Pawindu ini meninggal dunia di usia sekitar 83 Tahun. Ia lahir di Palu Tanggal 15 Agustus 1937.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, Ketua Umum Wanita Islam Alkhairaat (WIA) ini memang telah dirawat di RSU SIS Aljufri, sebelum akhirnya meninggal dunia.
Wanita yang aktif di berbagai kegiatan sosial dan menguasai kitab kuning ini berpulang ke Rahmatullah dengan meninggalkan delapan orang anak, hasil pernikahannya dengan Sayyid Idrus bin Husain Al Habsyi.

ULAMA PEREMPUAN KOTA PALU

Bacaan Lainnya

Syarifah Sa’ddiyah Al Habsyi binti Idrus bin Salim Al Jufrie bagi masyarakat setempat dikenal sebagai Ulama, dan ketua Wanita Islam serta pimpinan pondok Pesantren Putrie Al Khaerat (WIA). Aktif di bidang Dakwah, Panti Asuhan dan kegiatan Rumah Tangga (Hafsya, sekretaris Umum Wanita Islam 2012-2014). Pengakuan keulamaannya setidaknya diperoleh dari keterangan yang diberikan oleh Prof. DR. KH. Zainal Abidin ketua MUI kota Palu, juga HS. Saggaf sebagai ketua MUI Provinsi Sulawesi Tengah, mengemukakan bahwa ulama Kota Palu mengemukakan bahwa Ulama Syarifah Sa’ddiyah Al Habsyi binti Idrus bin Salim Al Jufri selalu aktif di bidang dakwah, panti asuhan dan kegiatan rumah tangga. (News Al Khaerat. 2011).
Jika kita menengok silsilah keturunan dan sejarah kelahiran Syarifah Sa’diyah binti Sayyid Idrus bin Salim Al Djufrie, tidak terlepas dari ketokohan kakeknya Salim Al Djufrie. Beliau disebutkan adalah salah seorang laki-laki bangsa Hadramaut di Yaman Selatan, dikisahkan bahwa beliau berkunjung ke Sengkang Kabupaten Wajo, di perguruan As’Adiyah. Pada sekelompok komunitas orang Arab, Salim Al Djufrie ingin bertemu dengan seorang perempuan yang bernama Syarifah Nur, anak dari seorang Raja Wajo yang bernama Arung Matoa. Kemudian ketika Syarifah Nur ini bertemu dengan Salim Al Djufrie, ternyata ada hubungan akrab dengan Salim Al Djufrie. Salim Al Djufrie ternyata menaruh hati dan menjalin cinta dan kasih sayang kepadanya, dan pada akhirnya hubungan tersebut semakin membuncah. Hasil dari kasih sayang antara Salim Al Djufrie dengan Syarifah Nur melahirkan kesepakatan bersama untuk meresmikannya dalam sebuah ikatan pernikahan.
Perkawinan ini berlangsung di sekitar tahun 800-an (delapan ratusan). Sejarah ini dikisahkan oleh Prof. DR. Nur Sulaeman dalam buku “Dakwah di Tana Kaili” Kota Palu (800an M). (Wawancara: Habib AlDjufri).
Pernikahan Salim Al Djufrie dengan Syarifah Nur anak raja Kabupaten Wajo yang bernama Arung Matoa, melahirkan seorang laki laki yang bernama Sayyid Idrus bin Salim Al Djufrie (guru Tua).
Sayyid Idrus bin Salim Al Djufrie mengabdikan diri selama kurang lebih 40 tahun di Nusantara (Indonesia Timur) demi kepentingan umat Islam, dengan tujuan untuk membentuk watak manusia beragamais dan Pancasilais bangsa Indonesia.
Singkat cerita, Sayyid Idrus bin Salim Al Djufrie akhirnya mempersunting Intje Ami Dg. Pawindu di kota Palu Sulawesi Tengah (Raja dan bangsawan Kaili-Palu). Perkawinan ini kemudian melahirkan dua orang anak yaitu Syarifah Sida Al Djufrie dan Syarifah Sa’diyah Al Djufrie.
Ia lahir di Palu pada tanggal 15 Agustus 1937. Ia adalah anak kedua dari pasangan Sayyid Idrus bin Salim Al Djufrie dengan Intje Ami Dg. Pawindu, di Palu Sulawesi Tengah. Syarifah Sa’diyah bin Sayyid Idrus bin Salim Al Djufrie masih keturunan Bangsawan Kaili di Palu. Kehidupan Syarifah Sa’diyah sebagai seorang ulama, beliau sebagai ibu rumah tangga, senang bekerja sebagai pedagang, beliau membina Pondok Pesantren Putri, Panti Asuhan dan Majelis Taklim Al Khaerat.
Syarifah Sa’diyah mulai masuk sekolah ketika ia berumur 12 tahun. Di sekolah Madrasyah Ibtidaiyyah Al Khaerat pada 1949 selama 6 tahun, dan selesai pada tahun 1955, umur Syarifah Sa’diyah pada waktu itu 18 tahun. Kemudian melanjutkan pendidikan di sekolah Muallimin persiapan untuk jadi ustadzah, selama 4 tahun dan selesai pada tahun 1961.
Pendidikan Syarifah Sa’diyah tidak tinggi, tapi dari segi ilmunya luar biasa, beliau sekolah di Muallimin (persiapan untuk guru) dan menjadi ustadzah. Ilmu pengetahuannya serba bisa, bukan karena anak ulama pendiri Al Khairaat. Ia bisa baca doa apa saja, dia bisa ceramah apa saja, dan dia bisa bahasa Arab. Syarifah Sa’diyah prilakunya memang bisa dicontoh, dimana pun mereka berada di kawasan Timur Indonesia ini pasti orang mengakui keulamaan dan ketokohannya. Keilmuan agamanya dan prilakunya semua diakui oleh masyarakat.
Prof. DR. H. Zainal Abidin sebagai ketua MUI kota Palu, mengakui bahwa Hj. Syarifah Sa’diyah, dari segi pengetahuan dan ketokohann dan kepemimpinanya dalam memimpin WIA, tidak diragukan untuk dipilih sebagai ulama, karena memang dibina dan dilatih oleh Ayahnya sendiri.
Setelah tamat di mualimin tidak lanjut sekolah tapi jadi ustazah dan mengajar, beliau menjadi ustazah pertama di lingkungan Al Khairaat kemudian menciptakan ustazah berikutnya. Dulu Wanita Islam Al Khairaat sudah ada, tapi belum terbentuk sebagai organisasi, hanya berbentuk pengajian-pengajian wanita di rumah-rumah.

Pos terkait