Covid-19: Damai atau Adaptasi..?

  • Whatsapp
Nur sangadji. Foto: Dok

Oleh Nur Sang Adji (muhdrezas@yahoo.com)

Di tengah keruwetan dan karut marut penanganan Covid- 19, muncul gagasan untuk berdamai. Ya, berdamai dengan virus. Penggagasnya, Presiden kita. Banyak yang menolak. Tapi. banyak juga yang membela. Biasalah, setiap gagasan akan selalu ada pro kontranya.

Bacaan Lainnya

Pertanyaannya, bisakah kita berdamai dengan virus ? Entahlah. Karena itu, kawan- kawan SiDeGo (scientific institut for development and government) Maluku Utara mengangkatnya sebagai topik. Diformat dalam bentuk webinar, beberapa waktu silam. Saya sempat diberi waktu untuk mengulas. Maka, ini beberapa pemikirannya.

BERDAMAI

Saya tidak tahu siapa yang bilang kata kata ini. “if you can not fight your enemy, than think how to make them for being your friend”. Menarik, tapi bagaimana kalau yang kita hendak jadikan sahabat ini adalah virus ? Dia siap menyerang kita sewaktu waktu. Celakanya, dia tidak kelihatan. Saya fikir, dia juga tidak melihat kita. Jadi, sebetulnya adil fair atau draw.

Lantas kita bilang, dia tidak terlihat tapi menyerang kita. Sebaliknya, kita juga menyerang dia. Memakai deterjen saat mencuci tangan, adalah bentuk penyerangan balik terhadap virus ini. Berarti, saling menyerang. Di sini, kata-kata damai, sedikit mendapat ruang logika. Masalahnya, kita dengan virus tidak bisa berkomunikasi. Padahal, berdamai itu, butuh kesepakatan. Sering orang bilang genjatan senjata.

Ada juga falsafah damai itu, indah sekali diukir orang. Saya temukan di naskah undangan sebuah pernikahan. Karena itu, tidak ada riwayat citasinya. Tapi, kalimatnya indah menginspirasi. “Peace come from the spirit of understanding, and the fundamental of understanding, is willingness to listen”.

Damai itu datang dari semangat untuk saling mengerti. Dan, hakikat paling pokok dari saling mengerti itu adalah kemauan untuk saling mendengar. Saya berfikir, mungkin inilah soalnya. Kita mengalami kesulitan dalam hal saling mendengar. Rakyat tidak mau dengar pemerintah. Sebaliknya, pemerintah juga enggan mendengar rakyatnya.

ADAPTASI

Mengapa jadi begitu ?. Beberapa analis dunia membandingkan cara berbagai negara hadapi bencana, termasuk Covid- 19. Negara yang berhasil, umumnya menjadikan pendekatan ilmu pengetahuan sebagai basis bertindak. Sementara negara gagal, umumnya menggunakan pendekatan politik. Benar atau tidak, silahkan mengukurnya. Tapi ada fakta, presiden dijatuhkan (coup d’etat) gara-gara Covid- 19. Presiden Brazil, Jair Bolsonaro.

Pos terkait