Dua Bupati, Satu Walikota

  • Whatsapp
Muhd Nur Sangadji. Foto: Dok

Oleh Muhd Nur SANGADJI

DALAM sepekan di akhir Maret 2021, saya berkesempatan jumpa dua Bupati dan satu Walikota. Berturut-turut berdasarkan waktu. Pertama, Bupati Sigi, Irwan Lapata. Kedua, Walikota Palu, Hadiyanto Rasyid. Dan ketiga, Bupati Poso, Verna Gladies Merry Inkriwang.
Ketiga mereka ini, baru saja terpilih pada pilkada yang lalu. Tentu, semangatnya juga masih baru. Banyak soal yang dibincangkan, mulai dari potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia hingga management pengelolaan kepemerintahan (governance management).

Bacaan Lainnya


Kabupaten Sigi sebagai kabupaten konservasi memiliki potensi sumberdaya alam yang besar, unik, penting dan bernilai tinggi. Dia juga memiliki posisi tawar geografi bermakna konektivitas antar kawasan. Di hulu, bersebelahan dengan Poso, Luwu, Mamuju dan Donggala. Sedangkan, di hilir, terhubung sangat dekat dengan Kota Palu.
Beberapa saat lalu, Kabupaten Sigi ini telah menyatakan identitasnya secara berani sebagai kabupaten konservasi. Ini pilihan cerdas karena memiliki potensi spesifik luar biasa. Di sini ada danau Lindu yang mengirim air ke Palu melalui Sungai Gumbasa hingga Sungai Palu sepanjang masa. Lantaran potensi unik tersebut, di kawasan ini terdapat taman Nasional Lore Lindu. Bupati bicara banyak hal, di antaranya pewilayahan komoditas.
Saya berpandangan, pertanian atau perkebunan skala rakyat, peternakan dan perikanan darat adalah pilihan yang tepat. Cocok dengan kondisi geografis wilayahnya. Luasan hutan yang terpelihara akan menjadi kunci bagi garansi daur hidrologi yang terjaga. Dia mensuplai air untuk kebun, kolam ikan dan ternak. Serta, tentu saja manusia. Sudah lama, ahli menyebutkan “forest is a mother of agriculture”. Saya malah bilang, forest is a mother of life”. Sebab, tidak ada mahluk yang dapat hidup tanpa air. Sedangkan, air dirawat ketersediaannya oleh hutan.


Setelah Bupati Sigi, saya jumpa Walikota Palu, Hadiyanto Rasyid. Tapi, jumpanya hanya virtual. Ada sekolah menggagas Webiner bertajuk pentingnya bahasa asing bagi generasi. Saya tertarik, maka saya ikut serta. Di sini Walikota yang menguasai bahasa Inggris dan Arab ini mengurai urgensi penguasaan bahasa asing di era kontemporer. Menarik sekali. Bukan sekedar himbauan. Tapi, sekaligus memberikan teladan diri.
Saya sangat gembira, karena ini adalah kerja saya lebih sepuluh tahun terakhir bersama Om Arthur Pangemanan. Mengajari secara gratis, anak Indonesia di kota Palu akan bahasa Inggris dan Perancis. Saya terinspirasi oleh dua pengalaman pribadi. Pertama, di kota Lyon-france. Kedua, di kota Melbourne dan Sidney Australia.
Di Lyon, saya ikut perkumpulan yang digagas kaum lansia. Namanya, “les association des estudiantes stranger a Lyon France” (asosiasi mahasiswa asing di kota Lyon-france). Tujuannya, membantu secara gratis, mahasiswa asing untuk lancar berbahasa Perancis dan tukar menukar kebudayaan. Sedangkan di Melbourne saya menemukan satu gereja kecil yang punya program, mengajarkan bahasa Inggris gratis untuk mahasiswa asing. Di sebelahnya, ada Masjid Monash university yang sebulan sekali membagi sembako gratis. Di kota Sidney, ada perkumpulan mahasiswa asing untuk belajar bahasa Inggris. Basisnya, sukarela dan cuma cuma. Mereka menginspirasi aksi Kemuliaan. Karena itu, saya menduplikasinya sebagai contoh.
Saya berfikir, Walikota tidak perlu menguras APBD untuk beasiswa besar besaran. Cukup memfasilitasi lahirnya groups bahasa asing untuk rebut beasiswanya di dalam maupun luar negeri. Hidupkan perpustakaan dan atau ruang publik lainnya. Di sini selain pemantapan bahasa, mereka juga diajari cara mengakses informasi dan strategi peroleh beasiswa. Anak anak potensial yang berjiwa mulia itu banyak di Kota Palu. Selama ini pun, mereka bergerak sendiri. Sayang, kalau potensi kesukarelaan ini tidak disupport atau dimanfaatkan.

Pos terkait