Oleh Kasman Jaya Saad*
Beberapa bulan ke depan, tepatnya bulan Juni tahun ini, kepemimpinan Pak Longki (Drs. H. Longki Djanggola,M.Si) sebagai Gubernur Sulawesi Tengah berakhir. Perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 telah meneguhkan Pak Cudy (H. Rusdy Mastura) sebagai pengganti Pak Longki, sebagai Gubernur Sulawesi Tengah masa bakti berikutnya (2021-2024). Masa bakti dua periode kepemimpinan Pak Longki di Sulawesi Tengah tentu banyak catatan penting yang perlu diangkat ke altar kesadaran publik, agar kedepannya menjadi pembelajaran bersama dalam membangun wilayah ini, lebih maju dan lebih sejahtera
Catatan penting dalam satu dekade kepemimpinan Pak Longki yang patut diapresiasi adalah tentang kenaikan indeks kebebasan sipil di Provinsi di Sulawesi Tengah. Dalam indeks demokrasi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahunnya, aspek kebebasan sipil mencakup beberapa indikator pengukuran seperti kebebasan berkeyakinan, berpendapat, berserikat dan bebas dari diskriminasi. Provinsi Sulawesi Tengah disebutkan mengalami peningkatan indeks kebebasan sipil dari 92,19 tahun 2010 menjadi 96,19 tahun 2019, tertinggi dari 9 Provinsi yang menghelat Pilkada tahun 2020. Sumatera Barat hanya 56,58 atau turun dibandingkan satu dekade lalu yakni 58,34. Demikian pula yang terjadi di Provinsi Jambi, Bengkulu dan Kalimantan Tengah. Data indeks kebebasan sipil diperoleh BPS dari indikator berupa peristiwa atau kejadian dan aturan yang mencerminkan kondisi demokrasi di setiap provinsi, yang ditangkap lewat surat kabar, review dokumen, Focus Group Disccussion (FGD), dan wawancara mendalam terhadap sejumlah informan terpilih.
Kebebasan sipil mencakup kebebasan untuk berbicara, berkumpul atau berserikat, beragama atau berkeyakinan, terlepas dari berbagai perbedaan primordial yang ada pada masyarakat, seperti perbedaan gender, suku, dan agama. Dan kebebasan sipil menjadi bagian penting untuk melihat kesejahteraan sosial di suatu wilayah, bila ada peningkatan kebebasan sipil di suatu wilayah maka itu berarti ada upaya bagi wilayah itu untuk tetap mempertahankan kesempatan yang sama bagi setiap masyarakat untuk mengejar citacitanya, atau untuk merealisasikan dan mengekspresikan dirinya secara penuh, terlepas dari bawaanbawaan primordial yang melekat padanya. Dan sebaliknya bila penurunan kebebasan sipil itu terjadi dapat terlihat dari hak politik partisipasi masyarakat untuk memberikan kritik dan masukan kepada pemerintah juga menurun. Daya kritis masyarakat menurun seiring dengan meningkatnya aturan yang membelenggu kebebasan berpendapat masyarakat. Menurunnya tingkat kebebasan sipil niscaya akan menggerus kesempatan masyarakat untuk menikmati kemajuan di banyak bidang kehidupan.