Oleh Muhd Nur SANGADJI
Sahabat karibku dari Manado mengirimkan vidio tentang usulan seorang tokoh kepada Presiden Jokowi. Isinya, meminta Presiden agar bijak menyikapi konflik Israel Palestina. Intinya beliau ingin menyampaikan pesan moral bahwa pertikaian saat ini adalah antar faksi. Bukan utuh perlawanan rakyat Palestina terhadap Israel. Saya menyiapkan waktu khusus untuk merenung sambil menyimak semua fakta terkait.
Memang, semenjak meletus lagi konflik Israil Palestina di tahun 2021 ini, saya menerima banyak sekali postingan. Bentuknya narasi, gambar dan vidio. Semuanya berusaha meyakinkan khalayak tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam pertikaian ini.
Ketika dua individu atau dua kelompok bertikai hingga ke level kekerasan. Pasti jatuh korban dari kedua belah pihak. Kedua-dua nya akan menjadikan alasan untuk menemukan kebenaran viktim, guna menyulut dendam. Kata-kata pembalasan lebih kejam akan dipakai kedua belah pihak untuk membenarkan tindakan kekerasan berikutnya.
Pada posisi ini, orang harus mencari akar persoalannya. Tentunya tidak mudah. Tapi kalau diurut, pasti ada salah satu yang paling benar. Tidak mungkin kedua- duanya benar. Atau kedua- duanya salah. Bahwa, masing masing punya alasan untuk bertindak. Itu lumrah dalam sebuah konflik. Tapi tidaklah mungkin, masing-masing itu benar semua secara hakiki. Kalaupun ada yang merasa paling benar, itu pun biasa. Namun, hakekat kebenaran itu mestilah hanya satu. Mengurainya dari akar masalah.
Dahulu, waktu para penjajah, bangsa Eropa datang ke tanah kita, hal serupa juga terjadi. Mereka merampas tanah Nusantara. Menopoli perdagangan. Menyiksa rakyat yang melawan. Menuduh mereka ekstrimis. Perjanjian demi perjanjian dilakukan. Linggar Jati. Konferensi meja bundar. Dan, lain lain. Tapi, hal yang paling rumit untuk disoal adalah akar masalah. Dan, kalau kita jujur menanyakannya ? Kita mau bilang apa…? Di mana kita berposisi, untuk tidak menyebut berpihak..?
Pun, waktu kita bersengketa hingga perang dengan para penjajah ini. Banyak korban rakyat Indonesia. Ada juga korban di pihak penjajah. Sejumlah korban mati dari pihak penjajah akibat tusukan bambu runcing, parang dan salawaku, rencong, keris, kujang, clurit dan badik (senjata tradisional), akan dibalas dengan senapan dan meriam canggih kaum penjajah. Perlawanan yang tidak seimbang.