PALU EKSPRES, KEDIRI – Pondok Pesantren Wali Barokah Kota Kediri Jawa Timur yang menjadi mitra strategis Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dalam melahirkan juru dakwah, menghelat tausiyah kebangsaan.
Sebagai narasumber utama Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Dr KH Marsudi Syuhud MA.
Kegiatan diikuti DPW dan DPD LDII di seluruh Indonesia secara daring, Ahad (13/6/2021) di Kota Kediri, Jawa Timur.
Acara tausiyah kebangsaan itu diikuti lebih dari 5.000 orang yang terdiri para ulama dan para pengurus LDII, serta perwakilan dari MUI di provinsi dan kabupaten/kota
“Tausiyah kebangsaan ini penting dalam kondisi keumatan yang menghadapi masalah yang kompleks dan multidimensi. Kami membutuhkan pencerahan,” ujar Pimpinan Pondok Pesantren Wali Barokah, KH Soenarto.
Sebagai pondok pesantren yang diamanati DPP LDII, untuk menghasilkan juru dakwah menurut KH Soenarto, posisi Pondok Pesantren Wali Barokah sangat strategis, “Maka para juru dakwah itu, perlu dibekali ilmu agama yang kaffa dan wawasan kebangsaan yang kuat dan mantap,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, KH Marsudi Syuhud didampingi Wakil Sekjen DP MUI Arif Fahrudin M.Ag, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan DP MUI Prof Dr H Firdaus Syam, M.A, Sekretaris Dr Ali Abdillah.
Sementara itu dalam sambutannya, Ketua Umum DPP LDII Ir KH Chriswanto Santoso, M.Si mengemukakan pentingnya menjalin silaturahim. Dengan silaturahim itu, para tokoh agama bisa turut memikirkan bangsa dan negara sebagai kontribusi untuk menjadikan Indonesia negeri yang makmur penug rahmat dari Allah.
“Tausiyah ini jadi penting untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, agar ukhuwah wathoniyah juga kuat, dan ketiga ukhuwah basariyah terjaga. Para pendiri bangsa mendirikan negeri ini atas perbedaan yang tak bisa dihindari, dan para ulama menjadi motor penggerak perjuangan. Dari perbedaan itu, justru kita menyatu,” pungkas KH Chriswanto Santoso.
Menurut Chrsiwanto Santoso, di tengah era digital ini, internet mempermudah lalu-lalang informasi. Namun teknologi itu, juga mempermudah fitnah menyebar, “Digitalisasi memungkinkan menulis atau mengubah suara menjadi saya, padahal pesan-pesannya bukan dari saya. Ini bisa mendatangkan fitnah dan perpecahan umat,” ujar Chriswanto Santoso. Ia mengingatkan, para pendiri membentuk LDII bertjuan untuk berkontribusi kepada umat, bangsa, dan negara secara positif.