Oleh Muhd Nur Sangadji
SEBENARNYA saya hanya ingin membandingkan antara Covid-19 yang saya tulis dengan Covid-19 yang saya rasakan. Itu saja poinnya. Lebih setahun lalu, semenjak merebak pertama kali. Virus Covid-19 ini sudah saya tulis berulang-ulang dengan judul yang berganti ganti.
Hampir lebih kurang dua puluhan judul artikel yang saya lepas ke publik. Sekadar menyegarkan memori, saya sebutkan beberapa saja. “Covid-19 and Biological Terorisme”. Covid-19 dan Keseimbangan Terbalik. Melawan Covid-19, Melawan Diri Sendiri. Tiga ini adalah contoh dari judul yang sudah-sudah.
Kali ini, benar benar berbeda. Berbeda, karena yang sebelumnya, Saya menulis apa yang dipikirkan. Sementara yang ini, apa yang saya alami sebagai pasien “suspected”.
Siang itu, tanggal 1 Juli 2021, kami satu rombongan tim KLHS RPJMD Sulawesi Tengah bergegas ke tempat “Swab Antigen”. Lokasinya di kawasan Plaza Indonesia Jakarta. Lima yang datang. Empat negatif. Satu positif. Saya minta Swab lagi di kawasan Tamcyt. Hasilnya tetap positif.
Kami lantas menikmati bersama, Coto ayam. Entah karena itu, atau sudah terkontaminasi sebelumnya. Malamnya, saya kedinginan. Sulit tidur semalaman. Belum ada pikiran bahwa Covid-19 telah bersarang.
Paginya, tanggal 2 Agustus, kami berempat menuju bandara. Terbanglah ke Palu via Makassar. Isteri menjemput di Bandara Mutiara Sis Aldjufri. Dia membawa kolak pisang siap santap. Sepanjang jalan pulang. Saya lahap kolak itu sampai habis. Tidak terikhtiar sedikit pun kalau virus mudah berpindah saat makan berdekatan. Kepekaan ini tidak hadir. Kecuali satu hal saja yaitu pakai masker.
Malamnya, tubuh mulai panas tapi tetap kedinginan. Saya pastikan saja, sudah positif Covid -19 tanpa perlu test Antigen. Cukup dengan asumsi riwayat perjalanan. Paginya, isteri masih ke kampus. Segar bugar seperti biasa. Namun, ketika pulang ke rumah. Badannya mulai tidak nyaman. Gejala flu muncul. Panas, batuk dan tenggorokan gatal. Kami pastikan, Covid- 19 sudah menyerang.
Kami putuskan untuk Isoman. Tidak berani test swab. Ada dua alasan. Pertama, untuk apa test kalau kami sudah pastikan bahwa kami positif ? Kedua, kalau nanti test swab dan hasilnya benar positif. Maka akan memproduksi kepanikan individu dan sekeliling. Kami tidak siap mental untuk itu. Imunitas bakal turun otomatis. Kami ikhtiarkan seisi rumah.