Aset Tadulako Yang Melapuk

  • Whatsapp
Karena, hanya generasi yang tahu berterima kasih dan menghargai jasa jasa pendahulu yang akan bertindak mulia. Merawat aset yang diwariskan oleh pendahulunya. Mereka tidak akan "sampai hati" membiarkannya melapuk. Penulis Muhd Nur Sangadji/ Foto: istimewa

Oleh Muhd Nur Sangadji

Sewaktu main tenis di lapangan tenis Universitas Tadulako, kampus bumi bahari, saya tergoda memotret. Tergoda, karena objek ini begitu akrab dengan kehidupan akademikku. Dia penanda (landmark) yang nyaris terlupa. Kendati oleh warga Kampus Universitas Tadulako sendiri.

Bacaan Lainnya

Seperti lagu pusara tak bernama lantunan groups band Black Brother. Tapi, yang ini masih ada namanya. Terbaca jelas. Universitas Tadulako. Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia meresmikan saat itu. Ditandatangani oleh Prof Dr. D. A. Tisna Amidjaya, Direktur jenderal Pendidikan Tinggi. Itulah kata kata yang tertulis di prasasti yang menandai kampus Tadulako berdiri sebagai Universitas Negeri pada 18 Agustus 1981.

Baca juga : gubernur-dorong-untad-kembangkan-pendidikan-khususnya-gempa

Di belakang prasasti itu, ada Gedung Rektorat. Itulah gedung rektorat pertama ketika status negeri diletakkan. Inilah universitas negeri satu satunya di Sulawesi Tengah saat itu. Di gedung ini, Profesor Matulada meletakan kewibawaan dan keadaban kampus Tadulako. Tradisi intelektual dibentuk. Di sinilah pula, tempat kebanggaan sekaligus wadah berkumpulnya kaum ilmuan di punggung lembah tanah Kaili.

*****

Puluhan tahun aset ini tertidur pulas. Seperti kuburan. Tidak ramai lagi orang menziarahinya. Sebagian mereka sekadar lewat. Namun, tidak singgah untuk menengok lama. Padahal, tempat ini dahulu kala, sangat ramai bersemarak. Di tempat ini pula, saya secara pribadi diterima tanpa test. Oleh Rektor pertama saat berstatus negeri itu. Menjadi mahasiswa fakultas pertanian universitas Tadulako.

Baca juga : anleg-dprd-sulteng-nilai-ada-pembiaran-peti-di-parimo

Kampusnya sangat sederhana. Tapi values yang ditanamkan para guru berkarakter mulia itu, sangatlah agung. Kebanyakan guru guru ini hanya mengendarai motor tua saat ke kampus.

Mereka ikut membesarkan kampus ini dengan merangkak. Saat ini, sebagian besar mereka telah tiada. Andaikan mereka hidup kembali. Dan, menemukan fakta tentang tabiat kaum yg diberi amanah mengelola kampus ini. Mereka pasti menangis menyaksikan para oknum pengelola, menyulap diri mereka menjadi penjarah aset kampus.

Baca juga : Nur Sangadji: Majunya Sulteng Ditentukan Untad

Di sebelahnya ada aula, tempat pertemuan pertama. Di tempat ini, Bapak Samsuddin Hi Halid mengumpulkan mahasiswa baru penerima beasiswa yang masuk tanpa tes. Kala itu, Bulan Mei tahun 1982. Saya ada dalam kumpulan mahasiswa baru itu. Satu satunya kawan dalam deretan yang masih saya ingat adalah Baharudin Hi Hasan. Memori ku tak sanggup lagi mengingat mereka yang lain.

Baca juga : anggota-dprd-diminta-dahulukan-agenda-dewan

Di Aula ini juga, saya pernah mendebat Kolonel Zainal Palaguna. Komandan KOREM 732 Tadulako yang kemudian menjadi gubernur Sulawesi Selatan. Kami para ketua Senat mahasiswa Universitas Tadulako terlibat diskusi dengan beliau. Diskusi agak panas saat bicara premis peran tentara dalam peristiwa penembakan Bromocorah. Zaman itu, Panglima ABRI adalah Jenderal LB Murdani. Pokoknya, gedung gedung itu menyimpan cerita yang sama tua dengan fisiknya yang kian remuk.

*****

Baca juga : /38861/jangan-biarkan-k2-berjuang-sendiri

Sekarang tahun 2022. Artinya, sudah 41 tahun, berpijak dari tahun dalam prasasti pengresmiannya. Pada umur yang mencapai setengah abad itu, gedung gedung itu masih ada. Tapi, kalau dia manusia, pasti menderita karena di biarkan terlantar.

Ingatanku tertuju saat mengunjungi Universitas Kassesart di Bangkok Thailand, tahun 2019. Saya menyaksikan bagaimana kampus itu memelihara sejarahnya untuk diteruskan kepada generasi mereka. Kampus itu membangun gedung khusus, dua lantai. Itulah museum yang menyimpan semua benda peninggalan sejarah sejak berdirinya hingga saat ini. Benda sekecil pisau dan parang. Pacul, skop dan bahkan, baju yang dikenakan rektor pertama dan para tokoh saat universitas itu di bangun. Tersimpan rapi dan terawat apik. Itulah salah satu gedung yang paling bersih dan steril untuk menjamin keawetan dari benda benda sejarah itu.

Baca juga : antara-harapan-dan-tantangan

Semogalah generasi baru Universitas Tadulako, ada kewarasan untuk menjaga aset sejarah mereka yang tersisa. Mengapa penting ? Karena, hanya generasi yang tahu berterima kasih dan menghargai jasa jasa pendahulu yang akan bertindak mulia. Merawat aset yang di wariskan oleh pendahulunya. Mereka tidak akan “sampai hati” membiarkannya melapuk. ***

(Penulis, Associate Profesor bid Ekologi Manusia, Pengajar MK Pendidikan Karakter dan Antikorupsi di Faperta Universitas Tadulako)

Pos terkait