Penulisnya lalu membandingkan dengan perjalanan Colombus. Dia Colombus, tahu kemana akan pergi (destination), tapi tidak tahu jalan mana (direction) yang harus ditempuh. Akhirnya, tiba di tempat yang salah. Meskipun, bermanfaat yang lain. Ditemukannya benua Amerika.
Ada buku lain, judulnya “The Smile”. Ditulis oleh penulis kenamaan asal Amerika. Jack Juggler. Ada cerita tentang lomba lari Maraton di dalamnya. Kejadiannya di Philipina. Lomba itu diikuti ribuan orang. Diperkirakan 6 jam, peserta masuk finish. Tapi, jam ke 5 peserta hilang dari pantauan panitia. Ternyata, mereka salah route. Penyebabnya sederhana sekali. Pelari tercepat di posisi paling depan, belok di arah yang salah. Mereka yang di belakang mengikuti arah yang sama. Dan akibatnya, semua salah.
Tujuan menurut hemat saya, mesti tergambar di rencana jangka panjang (RPJPD). Mengapa di jangka panjang? Agar tujuan itu, tidak mudah berubah. Sedangkan arah, ada di rencana jangka menengah (RPJMD). Dia, bisa berubah periodik. Kedua duanya punya visi. Tapi, yang satunya harus bernama “common vision”. Artinya menjadi tujuan daerah atau tujuan seluruh rakyatnya. Dan, yang satunya lagi adalah individual vision. Yaitu, visi kepala daerah yang ingin meletakan arah untuk tahapan menuju tujuan akhir.
Kalau kita lihat visi gubernur yang sekarang. Paling tidak, ada dua kata kunci pengungkit (guiden and trager). Pertama, gerak. Kedua, cepat.
Saya pernah menemani Gubernur H Rusdi Mastura, sekitar lima belas tahun silam. Kala itu, kami jumpa Rektor dari Presiden university. Terungkaplah kalimat berikut. “Think big, do small, but move fast”. Mungkin karena begitu terkesan, hingga beliau memilih diksi tersebut untuk menjadi visinya, menakodai Sulawesi Tengah sekarang.
Kalau begitu, lantas apa yang harus kita lakukan berkait arah baru pembangunan Sulawesi Tengah, berkait visi tersebut..? Tentu, sudah dijabarkan dalam dokumen perencanaan, terutama RPJMD. Namun, ilustrasi berikut semoga menginspirasi kita untuk bergergerak ke arah baru yang benar.
Analogi gerak cepat ini, ingin saya sandingankan sebagai bandingan di dunia perkereta apian yang akhir-akhir ini jadi isu. Saya pernah naik dua kereta api cangkih. Satunya di Jepang. Namanya, Shinkansen. Lainnya lagi, di Perancis. Nama TGV (Train grand vitage). Kecepatannya, antara 300 SD 500 km per jam. Bandingkan dengan kereta api Indonesia yang berkecepatan antara 150 SD 200 km per jam.