Kakanwil Kemenag Sulteng: Moderasi Beragama Jangan Dipahami Parsial

  • Whatsapp

PALUEKSPRES, PALU– Kementerian Agama (kemenag) Provinsi Sulawesi Tengah menggelar Orientasi Penguatan Moderasi Beragama bagi Ormas Keagamaan dan Pemuda Lintas Agama se-Sulawesi Tengah, Senin (27/12/2021), di Hotel Santika Palu.   

Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sulteng Drs Ulyas Thaha, M.Pd mengatakan pelaksanaan orientasi penguatan moderasi beragama ini  untuk meluruskan  pemahaman sebagian masyarakat yang salah kaprah selama ini mengenai moderasi beragama.

Bacaan Lainnya

“Ada masyarakat yang salah memahami bahwa moderasi beragama itu hanya akan melemahkan keyakinan beragama seseorang,” kata Kakanwil Kemenag Sulteng Ulyas Thaha saat menyampaikan materinya pada Orientasi Penguatan Moderasi Beragama yang diikuti 200 peserta dari Ormas Keagamaan dan Pemuda Lintas Agama se-Sulteng.

Kakanwil Kemenag  menekankan, yang perlu pertama kali dipahami di sini adalah  pengertian antara moderasi agama dan moderasi beragama.

Menurutnya, moderasi agama itu sudah tak perlu lagi dilakukan karena datangnya dari yang Maha Kuasa.  “Moderasi agama itu tidak perlu lagi dilakukan karena datangnya dari Allah Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujarnya.

Namun yang perlu dilakukan di sini  katanya, adalah moderasi beragama. Yaitu memberi pemahaman kepada masing-masing pemeluk agama bahwa setiap pemeluk agama meyakini bahwa agamanya benar.  Tapi di saat yang sama tak boleh menyalahkan agama orang lain.

“Jadi  sampai di sini sudah bisa dipahami pengertian antara moderasi agama dengan moderasi beragama,” kata Kakanwil.   

Olehnya, ia menyarankan memahami moderasi beragama jangan dipahami parsial. Sebab, memahami secara  parsial  tentunya akan membuat keliru mengartikan apa itu moderasi beragama.

Berangkat dari pemahaman moderasi beragama tersebut, setiap pemeluk agama tentunya juga akan mengimplementasikan toleransi beragama tanpa pemahaman keliru.

Menurutnya, toleransi agama jangan diartikan mencampuradukkan keyakinan yang dianut oleh setiap pemeluk agama. Misalnya, saat momen Hari Raya Natal, pemeluk  agama lain  ramai-ramai menggelar salawatan di gereja. “Ini salah kaprah, sama saja kita tidak menghargai umat di gereja. Bagaimana kalau umat Nasrani menggelar kidung agamanya di masjid, tentu umat Muslim merasa tidak dihargai,” ujarnya.

Pos terkait