Pada puncak kemarahan, biasanya seluruh isi kebun binatang keluar dari mulut. Lucunya, hewan tak bersalah semisal cebong, kampret, kadrun (kadal gurun) pun ikut terbawa-bawa, bila saling sindir diantara mereka yang berseteru.
Kebebasan berbicara. Ini terkadang membuat kita sulit membedakan mana kritik, sinisme, hinaan dan hujatan. Tidak heran, jika perkara pencemaran nama baik (perbuatan tidak menyenangkan) menjadi kasus terbanyak. Tahun 2020 misalnya kepolisian mencatat 1.743 perkara pencemaran nama baik. Jakarta bahkan dinobatkan sebagai kota “tercerewet” di dunia maya. Mengalahkan Tokyo dan kota lain di dunia. Dalam sehari, tercatat lebih dari 10 juta tweet atau kicauan berupa uneg-uneg warga ibukota tentang berbagai hal di layar twitter.
Termos
Kemampuan menahan amarah, adalah sesuatu yang istimewa. Al Quran mengapresiasinya sebagai satu di antara ciri orang bertakwa. “(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan” (QS. Al Imran: 134)
Kata al-kâdhim (orang yang menahan) dalam ayat ini, satu rumpun dengan kata al-kadhîmah yang berarti termos. Sebuah termos, sepanas apapun air di dalamnya, ia mampu meredam panasnya. Sehingga orang yang memegangnya tak merasakan panas. Hebatnya lagi, termos hanya akan mengeluarkan air panas bila jelas manfaatnya.
Orang bertakwa juga begitu. Ia mampu menyembunyikan amarahnya hingga orang-orang di sekitarnya tidak tahu jika ia sedang marah. Sebagaimana termos, orang bertakwa hanya akan melampiaskan kemarahan bila nyata kemanfaatannya. Walau peluang marah terbuka lebar, tapi ketakwaannya membuat ia memilih untuk menahan dan meredamnya.