“Namun melihat cara kerja Conti yang sebelumnya pasti sudah berusaha melakukan komunikasi yang cukup intens dengan korbannya untuk monetisasi hasil ransomwarenya dan memaparkan berapa banyak data yang mereka miliki, harusnya informasi berapa banyak data yang bocor ini sudah diketahui oleh korban Conti,” papar Alfons melalui keterangan tertulisnya, Kamis (27/1) seperti dilansir Jawapos.
Dia juga menegaskan, dalam hal kebocoran data, sebenarnya tidak produktif dan tidak ada manfaatnya mencari siapa yang salah dan memberikan hukuman. Pasalnya hal itu tidak akan membatalkan data yang sudah bocor dan tidak menjamin hal yang sama tidak terulang.
Dirinya menekankan, dalam kasus ini yang paling penting adalah transparansi dalam memberikan informasi data yang bocor. Hal ini dikatakan akan menolong pemilik data yang datanya dibocorkan.
Sehingga bisa melakukan antisipasi dan tidak menjadi korban eksploitasi dari data yang bocor tersebut. “Dalam hal mencegah data publik yang bocor, pemerintah harusnya bekerja keras membuat aturan yang bisa mendukung supaya ada keseriusan dari pengelola data dalam melakukan perlindungan data yang menjadi tanggung jawabnya. Jadi, jangan hanya mau mendapatkan keuntungan dari mengelola data,” tegas Alfons.
Adapun salah satu yang bisa dipertimbangkan adalah memberikan konsekuensi hukum dan finansial yang keras dan tegas kepada pengambil keputusan pada institusi yang bertanggung jawab mengelola data publik. Sehingga mau tidak mau mereka memberikan perhatian khusus dalam melindungi data yang dikelolanya.
Praktisi keamanan siber dari Vaksincom ini juga mencoba menganalisa data yang mulai dibagikan oleh Conti Ransomware. Mengejutkan, Alfons bilang bahwa ada cukup banyak informasi yang mengkhawatirkan dan jika jatuh ke tangan yang salah akan mudah dieksploitasi.
Memang, sebagai pengeloa kebijakan moneter negara dan informasi yang dikelolanya bersifat strategis, kebocoran data yang dialami Bank Indonesia mungkin tidak mengakibatkan kerugian finansial secara langsung kepada rekening bank masyarakat. Namun, hal ini akan berdampak sangat besar bagi dunia finansial Indonesia, khususnya perbankan.