Kata penyesalan dalam hadis tersebut perlu diberi cetak tebal. Wabil khusus bagi yang belum menjabat atau lagi mengincar promosi jabatan. Jangan sekali-kali berambisi mengejar jabatan. Apalagi sampai terlibat praktik jual-beli jabatan.
Islam memberikan tuntunan, jabatan itu tidak perlu diminta kecuali jika di tempat itu benar-benar tidak ada orang yang dinilai sanggup memikulnya. Ini pernah dipraktekkan Nabi Yusuf as. Beliau terang-terangan meminta Raja Mesir mengangkat dirinya sebagai bendaharawan negara.
Dalam rangkaian surah Yusuf ayat 54-56 dikisahkan suatu ketika Mesir ditimpa bahaya kelaparan. Sudah tujuh tahun negeri itu dilanda kemarau. Raja Mesir sulit mencari pejabat yang pantas untuk dipromosikan. Atas saran seseorang, raja Mesir memanggil Yusuf untuk di fit and proper test. Dengan penuh keyakinan, Yusuf berkata: “Jadikanlah aku bendaharawan negara sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.”
Apa yang dilakukan Yusuf adalah sebuah “keterpaksaan”. Ia terpaksa meminta jabatan karena dua hal: Pertama Yusuf prihatin dengan kondisi negara. Ia berniat menyelamatkan negeri itu dari bahaya kelaparan. Kedua Yusuf menilai dirinya cukup kapabel serta ahli di bidang keuangan dan perbendaharaan. Terpenting dari itu semua Yusuf juga tahu bagaimana menjaga amanah.
Yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Mereka yang “tidak mampu dan amanah” memaksakan diri kasak-kusuk mengejar jabatan.
Dalam shahih muslim dikisahkan suatu ketika Abu Dzar berkata kepada Nabi, Wahai Rasul hendaklah engkau memberiku jabatan!
Rasulullah lalu menepuk punggung Abu Dzar seraya berkata: “Wahai Abu Dzarr sesungguhnya engkau itu lemah dan sungguh jabatan itu adalah amanah dan jabatan itu pada hari kiamat hanyalah kehinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang mengambilnya secara benar dan melaksanakannya dengan sebaik-baiknya”.