Jangan Minta Jabatan, Kecuali Terpaksa

  • Whatsapp
Sub Koordinator Seksi Penerangan Agama Islam dan Sistem Informasi Bidang Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Sulteng, Sofyan. Foto: Humas Kemenag

Inilah bukti kecintaan Nabi kepada sahabatnya. Beliau tidak rela jika Abu Dzar menyesal di kemudian hari. Apa yang dilakukan Nabi, berbeda 180 derajat dengan yang kebanyakan kita saksikan. Kita suka mendorong seseorang mencalonkan diri untuk suatu jabatan. Padahal sebagai keluarga atau sahabat kita sebetulnya tahu dia memiliki banyak kelemahan. Kita sering mendengar ada orang yang hoby “bapatende” (sanjung berlebihan). Padahal ia punya maksud terselubung. Tragisnya, orang yang di “patende” terkadang jadi lupa diri. Ia pun bersemangat ’45 untuk berebut jabatan. Meski dengan menghalalkan segala cara.

Bila kita “bapatende” karena motif lain (bukan karena kompetensi ybs), maka sama halnya kita telah menjerumuskan saudara atau kawan sendiri. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengangkat seseorang (untuk suatu jabatan) karena semata-mata hubungan kekerabatan dan kedekatan sementara masih ada orang yang lebih tepat dan ahli daripadanya maka sesungguhnya dia telah melakukan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman” (H.R. al-Hakim).

Bacaan Lainnya

Mencari pejabat atau pemimpin sempurna bukan pekerjaan mudah. Namun jika harus memilih, pilihlah yang paling sedikit kekurangannya. Lakukan itu setelah kita berupaya sungguh-sungguh mencari yang terbaik. Imam Ahmad Ibnu Hanbal pernah mengalami dilema. Ia bingung memilih satu di antara dua orang yang dicalonkan menjadi pimpinan pasukan. Keduanya punya nilai plus dan minus. Calon pertama sosok kuat dan disegani. Tetapi dia bergelimang dosa. Calon kedua sebaliknya. Taat beragama, tetapi dia lemah dan tidak berwibawa.

Namun Imam Ahmad punya pertimbangan jitu. Calon pertama, benar dia bergelimang dosa. Tapi di akhirat nanti dosanya dipikulnya sendiri. Sedangkan kekuatan yang dimiliki, bermanfaat untuk mendukung kepentingan umat.
Berbeda dengan calon kedua. Taat beragama, tetapi pahalanya hanya berguna bagi dirinya sendiri. Kelemahannya dalam memimpin justru akan menjadi malapetaka bagi umat yang dipimpinnya. Pilih mana?. Wallahu ‘alam. ***

(Penulis adalah Kepala Sub Koordinator Seksi Penerangan Agama Islam dan Sistem Informasi Bidang Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Sulteng)

Pos terkait