Oleh Firima Zona Tanjung (Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Borneo Tarakan)
Dalam beberapa tahun terakhir, gaung Merdeka Belajar terus disosialisasikan dan diimplementasikan pada jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Tentu saja, hal ini membawa dampak yang signifikan bagi penyelenggaraan pendidikan. Salah satu dampak tersebut dapat diketahui melalui penyelenggaraan pembelajaran berdiferensiasi.
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk mengakomodir kebutuhan siswa yang variatif. Sebut saja peserta didik A, ia memiliki minat dan keterampilan yang berbeda dengan peserta didik B dan peserta didik lainnya. Karenanya, pendidik yang berperan sebagai fasilitator di dalam kelas harus mampu mengidentifikasi keberagaman tersebut dan berupaya optimal dalam memfasilitasi kebutuhan peserta didik serta memberi mereka ruang kreasi untuk menjadi pribadi yang kompeten.
Lantas, apa yang perlu dilakukan oleh pendidik agar pembelajaran berdiferensiasinya lebih menyenangkan dan bermakna?
Baca juga : Jangan Abaikan Pendidikan, Pesan Wawali
Pemetaan kebutuhan belajar peserta didik. Poin pertama ini amat esensial untuk dilakukan karena berkaitan langsung dengan pengetahuan pendidik akan minat, kesiapan belajar, dan profil peserta didik. Sebagai contoh, untuk mengakomodir minat peserta didik, pendidik dapat menyebarkan angket atau melakukan wawancara, observasi, dan tes diagnostik sebelum pembelajaran dimulai. Hal ini dapat membantu guru dalam penentuan konten materi, tujuan pembelajaran, dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan atau profil peserta didik. Nantinya, hasil pemetaan ini akan terimplementasi dan teramati pada proses pembelajaran. Apabila pemetaan dilakukan secara saksama dengan memperhatikan minat, kesiapan belajar, dan profil peserta didik, maka sinergitas pendidik dan peserta lebih mudah terjalin dan optimal guna mencapai tujuan pembelajaran.
Variasi aktivitas pembelajaran. Poin berikutnya yang tak kalah penting adalah memberikan variasi aktivitas pembelajaran kepada peserta didik. Kita tidak dapat memungkiri bahwa kegiatan yang monoton di dalam kelas justru akan menjadi pemicu kebosanan dan ketidakmenarikan materi untuk dipelajari oleh peserta didik. Karenanya, untuk mengatasi penurunan antusiasme peserta didik, pendidik harus menyiapkan aktivitas yang variatif dan kontekstual. Adapun alternatif yang dapat digunakan selama aktivitas pembelajaran berlangsung diantaranya aplikasi digital dan gamifikasi.
Namun, perlu ditekankan bahwa pendidik harus antisipatif dan responsif terhadap dampak gamifikasi pada peserta didik. Hal ini disebabkan oleh perbedaan efek gamifikasi yang bergantung pada karakteristik peserta didik atau penggunanya sebagaimana dilaporkan Smiderle dkk dalam artikel ilmiah mereka “The impact of gamification on students’ learning, engagement and behavior based on their personality traits” yang terbit di Jurnal Smart Learning Environments pada Volume 7 Nomor 3 Tahun 2020.
Berbasis projek. Maksud dari berbasis projek di sini yaitu pendidik memberikan projek kepada peserta didik agar mereka lebih terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Akan tetapi, perlu disadari bahwa pendidik tidak dapat memaksakan kehendaknya kepada peserta didik terkait segala aspek yang melekat pada projek yang akan dihasilkan. Namun, hal ini juga tidak mengindikasikan hilangnya unsur tantangan pada projek tersebut. Justru, dengan keragaman projek dan tantangan yang ada, peserta didik terdorong untuk menunjukkan kreativitas dan performa terbaik mereka. Selanjutnya, setelah merancang keragaman projek dan tantangan didalamnya, pendidik diharapkan mampu menawarkan opsi-opsi dan mengadakan diskusi konstruktif agar kebutuhan peserta didik terakomodir dengan baik dan antusiasme serta produktivitas belajar mereka tetap stabil.
Refleksi dan senantiasa kembali ke filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Setelah perencanaan dan rangkaian pembelajaran telah selesai dilaksanakan, maka tiba waktunya bagi pendidik untuk melakukan refleksi. Aktivitas ini penting agar pendidik mengevaluasi aktivitas pembelajaran yang telah berjalan dan mengupayakan perbaikan perencanaan serta penyelenggaraan pembelajaran. Tentunya, rangkaian perancangan hingga evaluasi tersebut bertolak dari pemahaman utuh atas filosofi pendidikan yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara. Menurut beliau, pendidikan seharusnya membahagiakan dan menyelamatkan peserta didik. Oleh sebab itu, pendidik diharapkan menunjukan dedikasi optimal dan senantiasa berorientasi pada kebutuhan peserta didik sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna, kontekstual, dan menyenangkan bagi mereka. Lagi-lagi kita tidak bisa memungkiri bahwa kendala akan selalu ada, tetapi konsistensi ikhtiar dan komitmen untuk mengajar merupakan kunci utama dalam mengatasi kendala tersebut.
Pada akhirnya, mengacu pada penjelasan empat poin di atas, semoga para pendidik, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, senantiasa berupaya maksimal mengejawantahkan rancangan pembelajaran ke dalam praktik-praktik pembelajaran yang kolaboratif. Praktik pembelajaran yang tidak hanya mengandalkan teknologi digital, tetapi juga berfokus pada pengembangan potensi, keterampilan, dan karakter peserta didik untuk generasi masa depan Indonesia yang gemilang. Aamiin. ***