Maria, Kau Perempuan Hebat

  • Whatsapp

Catatan Jeis Montesori untuk Manda

“Sama-sama kakak. Saya kira kakak juga perempuan hebat yang patut saya teladani pula dalam hal kesetiaan dan tanggungjawab dalam panggilan hidup. Senang kakak masih mengingat saya. Rasanya waktu berputar begitu cepat. Serasa baru kemarin saya sering berjumpa kakak dan Kak Reinhard yang dari Kompas itu, ketika liputan teroris dan korupsi di Pengadilan Negeri (PN) Palu.”

Bacaan Lainnya

“Terimakasih Maria Sandipu juga masih mengingatku dan mengingat kebersamaan kita saat meliput bareng bersama Reinhard Nainggolan di Palu. Kita hanya berbeda waktu saja masuk ke dunia jurnalistik… saya kira anda akan jauh lebih hebat karena ketekunan anda..salam hormat untuk semua teman..salam untuk Anita, bos besar Palu Expres ya..”

Inilah sebagian dari percakapan saya dengan Maria Yeane Agustuti yang akrab dipanggil Maria atau Manda, sebelum akhirnya mendapat kabar jurnalis perempuan paling aktif di Kota Palu, Sulawesi Tengah itu, akhirnya pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya.

Maria, dalam percakapan itu mengomentari status saya di akun Facebook saya, pada 9 Maret 2017, atau tepat pada peringatan Hari Perempuan Internasional. Saya kebetulan mengutip sebuah motivasi untuk bagaimana perempuan tetap bisa mempertahankan eksistensinya sebagai perempuan.

“Setidaknya harus punya tiga hal untuk bisa tetap eksis menjadi perempuan…. harus pintar di dapur, ramah di ruang tamu, dan selalu hangat di tempat tidur…selamat hari perempuan internasional..tetap eksis dan berkarya…,” tulis saya.

Motivasi inilah yang kemudian mengundang banyak komentar dari teman-teman Facebooker, termasuk Maria, sempat ikut berdialog beberapa saat dengan dengan saya.

Seakan ingin curhat, di bagian awal percakapan Maria mengatakan, “Betul itu kak. Tanggung jawab luar biasa untuk setiap perempuan. Hidup perempuan,” tulis Maria.

Sungguh tidak menyangka, ternyata itu adalah percakapan terakhir saya dengan Maria. Maria mau pamitan rupanya. Belasan tahun kami tidak pernah saling menyapa lagi, terutama sejak saya memutuskan hijrah ke Ibukota pada Juni 2008. Sama-sama tenggelam dalam kesibukan sebagai pekerja pers, sehingga komunikasi kami benar-benar menjadi hilang.

Pos terkait