JAKARTA, PE – Pertumbuhan urbanisasi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan Tiongkok dan India. Urbanisasi di Indonesia mencapai 4,1 persen. Sedangkan di Tiongkok serta India masing-masing mencapai 3,8 dan 3,1 persen.
Peningkatan tersebut menimbulkan sejumlah persoalan. Di antaranya, kesenjangan ekonomi, penyediaan rumah dan infrastruktur dasar, hingga stabilitas politik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, pertumbuhan urbanisasi itu menggambarkan perkotaan yang kian penuh sesak.
’’Kebutuhan perumahan menjadi sangat penting,’’ ujarnya dalam investor gathering bertajuk Peran Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan dalam Program Pemerintah di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (27/3).
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut menyebutkan, dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia, hanya 40 persen yang mampu membeli rumah tanpa bantuan pemerintah.
Sebanyak 40 persennya lainnya bisa membeli rumah dengan diberi subsidi pemerintah. Sedangkan sisanya adalah penduduk termiskin, bahkan tidak dapat membeli rumah sekalipun ada subsidi.
Sri menyatakan, Indonesia setidaknya membutuhkan perumahan 800 ribu hingga satu juta unit per tahun. Namun, dari jumlah tersebut, yang bisa terpenuhi hanya 60 persen.
Artinya, terjadi backlog atau kekurangan pasokan sekitar 400 ribu per tahun. APBN untuk memenuhi kebutuhan itu terbatas.
’’Bila tidak diselesaikan, masalah ini tidak akan selesai. Backlog tetap tinggi karena urbanisasi di Indonesia tidak terstruktur, tinggal di tempat kumuh, dan makin sulit diatur. Di debat pilkada pun, isu rumah dan lokasi rumah kumuh menjadi perhatian,’’ terangnya.
Sri mengungkapkan, pemerintah mengalokasikan anggaran perumahan di APBN melalui dua skema.
Pertama, menyalurkan anggaran langsung Rp 24,47 triliun kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) pada 2017 untuk membangun perumahan maupun permukiman.
’’Pada 2017, target rusun yang terbangun 13.253 unit dan 108 ribu unit stimulan bagi peningkatan kualitas rumah swadaya di berbagai lokasi di seluruh provinsi Indonesia,’’ ungkapnya.
Skema kedua, kata Sri, adalah peningkatan akses pembiayaan perumahan secara tidak langsung dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) ke PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) senilai Rp 1 triliun pada 2016–2017.