Jika seseorang lebih dominan dengan pikiran besar, maka kecenderunganya akan menghasilkan sejumlah solusi, sementara pikiran sedang menghasilkan pengetahuan dan pikiran kecil hanya menghasilkan sejumlah rumor atau gossip termasuk fitnah dan kampanye hitam itu.
Bagimana jika pikiran besar yang dominan pada seorang pemimpin? Mereka setiap saat akan melahirkan sejumlah gagasan cerdas, terobosan baru yang mungkin sangat bermanfaat dalam mempercepat peningkatkan kesejahteraan rakyat.
Bagaimana jika sebaliknya, pikiran kecil yang mendominasi seperti suka memproduksi narasi kampanye hitam? Implikasinya adalah orang itu akan sibuk mengurusi sejumlah hal yang tak produktif, cenderung mempersoalkan urusan orang lain, hasilnya hanya menebar perseteruan.
Orang-orang dengan small minds (pikiran kecil) ini cenderung cenderung suka memantik masalah, suka mengusik harmoni karena tak menghargai keberagaman. Mungkin anda pernah merasakan dampak dari kampanye hitam itu, berimplikasi retaknya persahatan antar kawan.
Bagaimana jika mereka berpikiran kecil ini dipercaya menjadi pemimpin, apa pula implikasinya? Hasilnya bisa dilihat dalam merespon setiap masalah. Kalau dominan pada sisi small minds, maka kecenderungannya dalam setiap menghadapi masalah, selalu mencari siapa yang salah alias suka mencari-cari kesalahan.
Sebaliknya kalau seorang pemimpin itu dominan dengan Great minds maka kecenderungannya dia tak mencari siapa yang salah – apalagi mengejar-ngejar kambing hitam – tetapi ia selalu mengatakan apa yang salah atau apa keliru hingga masalah itu bisa muncul, dan mari kita cari solusinya secara bersama-sama.
Jika begitu, siapa diantara Calon Gubernur DKI Jakarta yang dominan dengan pikiran besar atau pikiran kecil.
Jawabannya kita serahkan kepada warga Jakarta. Kita hanya penonton, namun tetap waspada karena narasi kampanye hitam itu sengatannya bisa meluber kemana-mana.
Penulsi adalah praktisi komunikasi massa