PALU EKSPRES, PARIMO – Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) mensosialisasikan kontrasepsi mantap bagi Pasangan Usia Subur (PUS) yang dilaksanakan di salah Hotel di Kecamatan Parigi Kamis 27 April 2017.
Kepala DP3AP2KB Kabupaten Parimo, I Wayan Sulastro mengatakan, pembentukan penduduk Indonesia yang masih tinggi perlu dikendalikan, salah satunya dengan program Keluarga Berencan (KB).
Tujuannya, untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, termasuk dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI), Bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil yang berkualitas.
“Salah satu operasional pelayanan KB yakni dengan memberikan pelayanan kontrasepsi dan pengayom peserta KB,’’ kata I Wayan Sulastro di hadapan puluhan peserta sosialisasi.
Menurut I Wayan Sulastro, partisipasi dalam KB merupakan manifestasi kesetaraan gender.
Ketidakkesetaraan gender dalam KB dan kesehatan reproduksi sangat berpenguruh terhadap keberhasilan program. Olehnya, KB yang dapat digunakan oleh pria antara lain kondom, vasektomi, dan koitus intruptus.
Bahkan, salah satu KB yang diperuntukan buat pria adalah vasektomi atau Metode Operasi Pria (MOP) yang telah dikenal lebih dari 100 tahun yang lalu dan merupakan jenis kontrasepsi yang dianggap efektif untuk menghentikan kesuburan pada pria.
Hanya saja, keikutsertaan pria untuk menjadi peserta KB masih terbilang sangat minim karena beberapa faktor.
Selain itu, hingga kini masih ada persepsi pria adalah kepala keluarga, dan yang paling bertanggungjawab terhadap masalah KB yakni Wanita bukan Pria.
Pelayanan kesehatan yang kurang memberikan sosialisasi ke masyarakat juga membuat alat kontrasepsi vasektomi kurang popular karena kurang mengetahui manfaatnya serta masih ada juga persepsi setelah vasektomi akan menjadi penurunan libido, sehingga membuat para suami enggan menjadi peserta KB.
Selama ini, PUS yang berpendidikan rendah cenderung kurang memahami manfaat ber-KB sehingga tidak merasa perlu untuk mengikuti program KB.