Hemat Rp 22 Triliun dari Pencabutan Subsidi, Listrik Naik Lagi

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, JAKARTA – PLN tahun ini sudah tiga kali menaikkan tarif dasar listrik kelompok daya 900 VA. Yakni, pada 1 Januari, 1 Maret, dan 1 Mei 2017.

Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka menyatakan, berdasar Keputusan Menteri Sosial No 32/HUK/2016, hanya 4,1 juta rumah tangga yang dinyatakan miskin dan berhak memperoleh subsidi.

Bacaan Lainnya

Dengan demikian, terdapat 19 juta pelanggan 900 VA yang harus membayar listrik sesuai dengan tarif keekonomian. ’’Mulai 1 Juli 2017 mengikuti mekanisme tariff adjustment,’’ ujar Made.

Saat ini sekitar 23 juta pelanggan listrik 450 VA masih mendapatkan subsidi. Pemerintah berencana memangkas subsidi untuk pelanggan 450 VA yang dinyatakan bukan keluarga miskin oleh Kementerian Sosial. Pelaksanaan pencabutan subsidi direncanakan mulai Oktober tahun ini.

’’Ada sekitar 27 juta pelanggan (yang masih memperoleh subsidi listrik). Jadi, tidak benar jika subsidi kepada masyarakat miskin dihilangkan,’’ kata Made.

Dengan pencabutan subsidi listrik bagi pelanggan 900 VA, pemerintah bisa menghemat anggaran negara Rp 22 triliun per tahun.

Termasuk dalam 27 juta pelanggan yang masih mendapat subsidi listrik adalah kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah, serta industri kecil dan peruntukan sosial seperti lembaga pendidikan.

Dana hasil penghematan subsidi bakal dialihkan untuk penyediaan listrik bagi 10 juta keluarga yang belum menikmati listrik.

Di sisi lain, pelaku industri tekstil dan garmen mengeluhkan tarif listrik yang dinilai tinggi dan pembatasan produk impor.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menyatakan, industri tekstil bisa tumbuh signifikan tahun ini. Namun, dukungan pemerintah perlu terus diberikan untuk mendorong daya saing industri tersebut.

Menurut Ade, industri tekstil dan garmen saat ini sulit bersaing di pasar global. ”Kepedulian pemerintah pada sektor manufaktur sangat diperlukan. Kemarin sempat mencanangkan penurunan harga listrik bagi industri ini, tapi belum jalan. Padahal, untuk industri tekstil, 18–25 persen energi yang digunakan berasal dari listrik,” ungkapnya.

Selain permasalahan tarif listrik, masalah pembatasan impor tekstil disoroti para pelaku usaha. Sekjen Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta menyinggung tentang kepastian pembatasan impor tekstil.

Pos terkait