Pikiran Kritis untuk Masa yang Kritis, Catatan dari Peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia

  • Whatsapp
Tasrief Siara

Oleh Tasrief Siara

PIKIRAN kritis untuk masa yang kritis. Peran media dalam memajukan masyarakat yang damai, adil dan inklusif.  Itu adalah tema besar yang diusung dalam peringatan  World Press Freedom Day  (WPFD) yang berlangsung pekan kemarin (1-5 Mei 17) di Jakarta Convention Center.

Bacaan Lainnya

Sebagai bagian dari 1.608 jurnalis dari 94 negara yang menghadiri hari kebebasan pers sedunia, saya merekam dengan penuh keriangan akan kemajuan kebebasan pers Indonesia jika dibandingkan dengan sejumlah negara.

Catatan UNESCO yang menjadi sponsor hari kebebasan pers sedunia itu melaporkan, setiap 3-5 hari terbunuh satu orang wartawan di dunia.  Tema berpikir kritis untuk waktu yang kritis itu ditetapkan karena pers dunia menghadapi kondisi kritis.

Transformasi kekuasan di Indonesia dari negara otoriter ke negara demokratis  ternyata membelakkan mata dunia. Karena itu, kemerdekaan pers di negeri ini menempatkan posisi Indonesia setara dengan Negara-negara besar yang telah ratusan tahun menjalani proses demokrasi.

Seperti yang terungkap  pada sesi diskusi Rencana Aksi PBB untuk Keselamatan Wartawan  dan Isu Impunitas dan Dampaknya di Kawasan Asia Tenggara, salah seorang praktisi media dari Afganistan, Najiba Ayubi, Direktur Pelaksana The Killid Group memaparkan, kondisi jurnalis di negaranya terbilang paling tak aman di dunia.

Taliban sangat sering melakukan sweping ke media di sana. Taliban kadang memaksakan beritanya untuk dimuat di media cetak dan elektronik dengan ancaman jika tak memberitakannya.

Di forum WPFD itu, Najiba Ayubi juga menggugat media-media Internasional karena tipisnya sensitifitas mereka dalam  memberitakan kasus kekerasan di negara seperti Afganistan dan negara lainya. Ada ratusan nyawa melayang setiap saat di Afganistan tapi media-media arus utama hanya diam.

Tapi satu nyawa tertembak di Amerika kata Ayubi, media Internasional sangat ramai memberitakan dengan up date setiap hari. “Apakah nyawa rakyat Afganistan tak berharga di mata media barat?”. Begitu Ayubi mengekspresikan kemarahannya.

Di Pakistan lain lagi ceritanya. Laporan korupsi belum diberitakan, tapi pelaku korupsi sudah mengatahui lebih awal.

Pos terkait