PALU EKSPRES, PALU – Pengurus Pusat Ikatan Alumni (IKA) Universitas Tadulako (Untad), yang baru saja dilantik beberapa waktu lalu, menggelar perdana Focus Group Discussion (FGD), di ruangan sekretariat IKA Untad baru-baru ini.
Dalam gelaran FGD perdananya tersebut, dibahas mengenai pengaruh asing dalam berbagai sektor di Indonesia, di antaranya sektor ekonomi dan pendidikan.
Hadir sebagai narasumber, Akademisi Untad Moh. Akhlis Djirimu, Ph.D, yang memberikan pengantar seputar penguasaan asing pada sektor ekonomi Indonesia, serta hegemoni imperialisme ekonomi Tiongkok. Juga Dr. Asep Mahfudz, yang memberikan pengantar seputar Kedaulatan Pendidikan di Indonesia.
Salah seorang Pengurus IKA Untad, Dr. Muhd. Nur Sangadji menjelaskan, dipilihnya dua tema tersebut, berkaitan dengan dua momen yang kebetulan berdekatan di awal bulan Mei, yakni momen Hari Buruh Internasional (May Day) serta Hari Pendidikan Nasional.
“Insya Allah, forum diskusi ini akan rutin kita laksanakan, sebanyak dua kali dalam sebulan, dengan mengambil tema yang berkaitan dan berdekatan dengan waktu diskusi,” ujar Nur Sangadji, yang juga bertindak selaku moderator.
Dalam pengantarnya, sebagai pemateri pertama, Akhlis membeberkan beberapa data, terkait penguasaan asing di beberapa sektor ekonomi di Indonesia. Di antaranya, Akhlis menyebutkan, di bidang perbankan, penguasaan asing mencapai 50,6 persen dari aset perbankan nasional.
“Setidaknya, ada 12 bank swasta asing, seperti ANZ Banking Group Limited milik Australia dan New Zealand, Bank UOB Indonesia, Hong Kong Shanghai British Chin Asia Pasific Holdings (HSBC), CIMB Niaga dan OCBC Overseas Investment,” sebut Akhlis, di hadapan peserta diskusi terbuka tersebut.
Selain itu, ia juga menyebukan, sekitar 70 persen sektor migas di Indonesia telah dikuasai oleh Multinational Corporation (MNC/Perusahaan Multinasional) asing. Lalu, 75 persen menguasai pertambangan batubara, bauksit, nikel dan timah.
“Dan 85 persen tambang emas Indonesia dikuasai oleh asing,” imbuhnya.
Kemudian, di sektor jasa komunikasi, lanjut Akhlis, sejak dekade ini, juga telah dikuasai oleh pihak asing. Ia menyebut, saham Telkomsel Indonesia dikuasai oleh Sing Tel (Singapura). Saham XL Axiata, 66,5 persen dikuasai oleh Axiata Berhad (Malaysia). 65 persen saham PT Indosat dikuasai oleh Ooredo Asia (Qatar), serta 60 persen saham Hutchison Tri dikuasai oleh Hutchison Wampoa (Hong Kong).
Akhlis juga memaparkan, bahwa saat ini imperialisme Tiongkok telah menyebar di berbagai sektor ekonomi dunia. Di mencontohkan, kiprah Tiongkok di Amerika, salah satunya telah “menguasai” Walt-Mart, raksasa hypermarket dunia, yang pernah dilaporkan bahwa, sekitar 50-60 persen produk yang beredar di Walt-Mart Amerika, berasal dari Tiongkok.
Belum lagi pengaruh-pengaruh Tiongkok di sektor ekonomi dunia lainnya. Akhlis meyakini, dengan adanya hegemoni ini, akan menimbulkan kondisi “unfair trade” (perdagangan yang tidak merata).
Kondisi tersebut, menurutnya, akan melahirkan beberapa kondisi yang negatif, terkait ekonomi dunia, khususnya di kawasan Asia dan Asia Tenggara.
Di antara Kondisi tersebut, ialah negara-negara di Delta Mekong (Vietnam, Laos dan Kamboja) dan Indonesia, hanya bertindak sebagai pemasok bahan baku bagi industri manufaktur Tiongkok. Sementara Tiongkok membanjiri produk-produk murah meriah, dengan kualitas rendah di negara tadi.
Hal ini diperparah lagi kawasan Delta Mekong belum menjadi anggota WTO (Organisasi Perdagangan Dunia).
Selain itu, lanjutnya, Tiongkok sebagai kreditur, akan menciptakan ‘lingkaran setan kredit’ di kawasan Delta Mekong, mungkin termasuk di Indonesia.
Hal ini, menurut Akhlis lagi, justru akan membuat ketergantungan lebih besar pada Tiongkok, dan membuat posisi tawar Tiongkok semakin besar, dalam menekan negara tujuan ekspornya.
Akibatnya, negara debitur semakin mudah didikte oleh Tiongkok.
“Akibat selanjutnya adalah, gulung tikarnya perusahaan skala kecil dan menengah, termasuk home industries, yang berakibat pengangguran dan bertransformasinya usaha kecil menengah (UKM) tadi, menjadi sektor informal,” ulasnya.
Pendidikan jadi Sarana Komersial