Sementara itu, pembicara lainnya, Dr. Asep Mahfudz, memberikan beberapa catatan pribadinya terkait masalah pendidikan di Indonesia. Di antaranya ia menyebutkan, kini pendidikan di Indonesia menjadi sebuah sarana komersialisasi.
“Kondisi ini, di mana siapa yang berduit, akan mendapatkan fasilitas pendidikan yang berkualitas. Sedangkan, yang miskin akan mendapatkan layanan pendidikan ala kadarnya,” ujarnya.
Dr.Asep juga menyebutkan, gejala liberalisasi dan komersialisasi pendidikan di Indonesia semakin kuat. Hal ini antara lain ditandai, dengan adanya penyelenggaraan pendidikan, yang bertujuan untuk mencari keuntungan, pungutan biaya pendidikan yang tidak diatur, kurangnya perlindungan hak-hak akses masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, serta keluarnya sektor pendidikan dari daftar negatif investasi.
“Menguatnya mekanisme pasar bebas dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, di tengah kesenjangan sosial ekonomi dan daya beli masyarakat yang rendah, akan berdampak pada semakin lebarnya kesenjangan sosial ekonomi masyarakat,” ujarnya lagi.
Dalam catatannya, Dr. Asep juga menyebut, bahwa pendidikan yang layak dan pantas bagi bangsa Indonesia, adalah pendidikan yang tidak diskriminasi, dan tidak ada unsur komersialisasi.
Menurutnya, bila terjadi diskriminasi dan komersialisasi dalam pendidikan, maka banyak warga negara yang tidak akan sempat menikmati akses pendidikan, dan dengan terpaksa akan menjadi pengangguran.
“Kita perlu berupaya, mengembalikan kondisi pendidikan yang signifikan, dengan alam dan nilai budaya Indonesia. Harapan ini, perlu direalisasikan dalam bentuk pendidikan yang dapat diakses, oleh semua golongan. Dengan pendidikan tersebut, menjadi bentuk pengabdian dan kepedulian, terhadap masa depan bangsa Indonesia,” jelasnya.
(abr/Palu Ekspres)