PALU EKSPRES, JAKARTA – Pena bisa lebih tajam dari pedang. Afi membuktikannya. Gara-gara tulisan, dia dicap macam-macam. Bahkan diancam dibunuh. Namun dia tak gentar. Inilah cerita remaja yang sedang ngehit di media sosial itu.
“Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan.” Kutipan dari tulisan berjudul Warisan itu bukan karya seorang filsuf atau penulis kawakan. Melainkan status Facebook akun Afi Nihaya Faradisa yang diunggah 15 Mei lalu. Empunya akun masih muda. Pada 23 Juli mendatang, usianya baru genap 19 tahun. Namun, pemikiran seputar keberagaman itu memunculkan gema tidak terduga.
Tulisan singkat tersebut hingga tadi malam sudah dibagikan 69 ribu kali. Selain itu, ada lebih dari 15 ribu komentar. Tak semua mendukung. Banyak juga yang mencela. Asa Firda Inayah, nama asli si pemilik akun itu, menulis jika kewarganegaraannya adalah warisan orang tua. Begitupun nama dan agama dirinya juga warisan. Dai menyebut jika dirinya tidak bisa memilih dari mana akan lahir dan di mana akan tinggal setelah dilahirkan. Termasuk juga agama yang dipeluknya saat dia lahir.
Ketika menulis, tidak terlintas di benak Afi bahwa Warisan bakal ditanggapi sebegitu keras. Banyak yang me-report ke Facebook sehingga akunnya sampai ditangguhkan 24 jam. Bukan itu saja.
Muncul tulisan-tulisan dari ”orang dewasa” yang ditujukan untuk membantah buah pikirannya tersebut. Dengan mengutip ayat suci atau hadist, bungsu di antara dua bersaudara itu dianggap menistakan agama, belum paham agama, dan lain-lain.
Tidak cukup itu. Dini hari sekitar pukul 03.00, Afi menerima telepon seseorang yang mengancam untuk membunuhnya. Nomor teleponnya tidak diketahui karena menggunakan private number. ”Lagi tidur ditelepon. Saya angkat, terus bilang, ’Kami tidak hanya bisa mematikan Facebook-mu, tapi juga bisa mematikan kamu,’,” cerita Afi. Meski tidak meremehkan ancaman itu, warga Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur, itu juga tak mau dibuat gentar. ”Membunuh orang tidak semudah itu,” ujarnya.
Dari telepon itu, Afi jadi tahu betapa dia punya haters garis keras. Afi melihatnya dari sudut pandang positif. Haters itu yang membantu Afi untuk tetap tetap berusaha menulis dengan seimbang. Menjaga tak sampai kepeleset satu kata pun. Karena itu, setiap menulis, dia memikirkannya dengan baik, menjaganya untuk tak sampai menyudutkan pihak mana pun. Lewat Warisan, dia hanya ingin pembaca tetap memegang teguh keimanan, tanpa harus mengecilkan keyakinan yang lain. Sesederhana itu. Semulia itu. ”90 persen orang yang bilang saya liberal, sekuler, itu belum pernah bertemu saya. Padahal saya ini beragama sama seperti yang diajarkan ustad. Bagi saya beragama yang mikir itu bukan mustahil kok,” ujarnya.