Oleh: Tasrif Siara, Praktisi Komunikasi Massa
UNTUK mencari orang yang berintegritas, baik dan benar untuk mengawal proses demokrasi, ternyata bukan perkara gampang. Sebagai anggota Tim Seleksi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tengah, saya merasakan itu. Posisi itu seperti kurang diminati atau barangkali persyaratan yang terlalu ribet.
Awalnya saya membayangkan akan ada kerja ekstra karena membludaknya peminat untuk menjadi anggota Bawaslu, namun sehari jelang batas waktu pendaftaran, jumlah pelamar tak sebanyak yang diperkirakan. Jika seperti itu fenomenanya maka diperlukan perpanjangan waktu, semacam injury time dalam bolasepak. Moga saja dibatas waktu itu akan ada pelamar susulan untuk memenuhi quota kebutuhan.
Jika kita bermimpi untuk menciptakan proses pemilihan umum yang berkualitas, termasuk pemilihan kepala daerah, maka sangat dibutuhkan adanya orang-orang yang berintegitas, baik dan benar mengawal proses demokrasi. Hanya dengan ikhtiar seperti itu, kita akan mendapatkan hasil yang baik dan benar pula.
Masalahnya, mengapa orang-orang yang baik dan benar itu tak minat terlibat dalam mengawal proses demokrasi? Atau barangkali sumberdaya kita memang terbatas sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.
Sering kita dengar, retaknya elemen-elemen dasar suatu negara, seperti pemilu yang curang, korupsi bersemai di berbagai sudut kehidupan, bukan disebabkan karena banyaknya para penjahat yang bermain curang dalam proses pemilu, atau banyaknya orang –orang yang menggerogoti uang negara, namun akar masalahnya terletak pada persoalan sejumlah orang-orang yang berintegritas, baik dan benar itu, memilih diam dan tak berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan.