PALU EKSPRES, PALU – Sekertaris Daerah Provinsi (sekdaprov) Sulteng Moh. Hidayat Lamakarate membuka sekaligus memimpin rapat koordinasi perubahan tarif dan penyesuaian nomenklatur retribusi daerah, Jumat 6 Oktober 2017 di Ruang Polibu Kantor Gubernur Sulteng.
Hidayat membacakan sambutan Gubernur Sulteng menjelaskan, sumber pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer. Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain lain PAD yang sah. Sebagai daerah otonom, Sulteng diberi kewenangan untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya.
Setiap daerah termasuk Sulteng selalu berharap agar dalam melakukan pembiayaan pembangunan daerah, sepenuhnya dibiayai oleh hasil pendapatan asli daerahnya sendiri.
Oleh karena itu, daerah diberi kebebasan untuk menggali lebih banyak sumber-sumber potensi yang dimiliki oleh daerah baik dari segi pajak maupun retribusi daerah. Seiring dengan ditetapkannya undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, dimana terdapat beberapa kewenangan pemungutan retribusi daerah, yang semula menjadi kewenangan kabupaten kota dialihkan menjadi kewenangan provinsi begitupun sebaliknya, diantaranya pengelolaan terminal type b, pelaksanaan metrologi legal berupa tera, tera ulang, hal ini tentu saja menyebabkan adanya pengalihan status kepemilikan aset pemerintah daerah.
Selain itu, adanya perluasan objek retribusi daerah yang belum terakomodir sepenuhnya dalam peraturan daerah tentang retribusi daerah. Serta berdasarkan hasil evaluasi dengan kementrian dalam negeri, terdapat beberapa objek retribusi jasa usaha yang berbentuk sewa, tidak lagi dijadikan sebagai objek retribusi jasa usaha. Misalnya sewa barang milik daerah yang biaya operasionalnya lebih besar ditanggung oleh pihak ketiga.
Perubahan sebagaimana dimaksud, tentu akan berdampak pada perubahan nomenklatur retribusi daerah pada batang tubuh anggaran pendapatan dan belanja daerah. Meskipun Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha, telah mengalami perubahan dengan peraturan daerah nomor 9 tahun 2016, tetapi masih banyak tarif retribusi yang ada masih mengikuti tarif yang lama.