Padahal, kedua kegiatan itu hakikatnya tidak bisa ditangani secara parsial. “Dengan kata lain diperlukan skenario (bersama-sama) untuk menghadapi tekanan produksi maupun distribusi,” ungkapnya.
Menurutnya, kenaikan harga beras yang dipicu oleh terganggungnya pasokan tak lepas dari kegagalan pemerintah dalam memperbaiki sektor faktor produksi beras, yakni ketersediaan lahan. Hal ini terlihat dari semakin menyempitnya lahan pertanian yang tergerus oleh kebutuhan lain, seperti pemukiman.
“Lahan pertanian kita semakin menyempit dan terus dihimpit oleh pemukiman. Karena bisnis pertanian semakin tidak menguntungkan. Tenaga kerja dibayar murah, bahkan upah rill buruh tani terus merosot. Masalah yang kompleks jangan dianggap gampang,” tegasnya.
Untuk mengontrol harga dan pasokan beras, Fahri menyarankan, pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap Permendag 57/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras dan Permentan 31/2017 tentang Kelas Mutu Beras. Menurutnya, saat ini HET kurang berperan dalam mengontrol harga dan menjamin pasokan beras.
Selain itu, pelaksanaannua pun dinilai kurang komprehensif dan semakin memperburuk permasalah ini. “Untuk mampu mengontrol pasokan dan harga, butuh koordinasi yg kuat diantara Mentan dan Mendag,” pungkasnya.
(jgb/aim/JPC)