FKKBRD Bantah Ada Pencabulan Anak di Pinembani

  • Whatsapp

Dalam istilah suku Daa mahar itu disebut Polabu. Karena kedua pasangan yang akan menikah masih terikat keluarga dekat. “Kalau pasangan itu tidak terikat keluarga maharnya tidak sebanyak itu. Mahar demikian hanya berlaku jika pasangan yang akan menikah masih terikat keluarga dekat,”jelasnya lagi.

Pihaknya lanjut Tarsan merasa keberatan terhadap semua tudingan yang mengait-ngaitkan penerapan sanksi adat terhadap tudingan seorang narasumber bernama Darmansyah sebagaimana pemberitaan Palu Ekspres edisi Sabtu 20 Januari 2018.

Bacaan Lainnya

Namun begitu, Tarsan memang mengakui bahwa calon pengantin wanita adalah seorang anak yang masih di bawah umur. “Itu tidak masalah. Karena rencana pernikahan itu terjadi karena suka sama suka. Dan orang tua kedua belah pihak telah bersepakat,”pungkasnya.

Demus Paridjono, Direktur Yayasan Penguatan Masyarakat Adat Daa (YPMAD) Sulteng juga mengaku keberatan dengan penyataan narasumber. Narasumber dalam berita menyebut-nyebut penerapan sanksi adat perlu ditinjau. Ini menurut Demus adalah pelecehan adat etnis Daa.

“Pernyataan di koran 20 Januari adalah pelecehan adat terhadap etnis Daa. Karena meminta meninjau kembali aturan adat Daa di Pinembani,”sebut Demus. Karena jika berbicara soal etnis Daa, berarti yang bersangkutan secara langsung sudah menyinggung keseluruhan etnis Daa di daerah ini.

Apalagi narasumber menurutnya bukan masyarakat setempat. “Kami akan memperadilkan orang itu secara adat,”ujarnya. Tanggal 9 Februari nanti sambung Demus, seluruh tokoh adat dan lembaga adat Daa akan menggelar polibu bete atau pertemuan besar untuk membahas rencana sanksi adat bagi narasumber tersebut.

“Soal sanksinya itu akan ditetapkan dalam polibu bete,”kata Demus. Demus juga membantah jika aparat kepolisian setempat melakukan pembiaran. Karena pada dasarnya tak ada kejadian pencabulan anak melainkan rencana pernikahan. Yang terjadi menurut dia, aparat kepolisian justru menghargai setiap peradilan adat yang ada di desa itu.

“Lembaga-lembaga adat di desa itu selalu berkoordinasi setiap kali ada penyelesaian masalah secara adat,”pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan Palu Ekspres edisi Sabtu 20 Januari 2018, Parmansyah seorang tokoh masyarakat Desa Dangaraa meminta penerapan adat di desa itu perlu ditinjau kembali. Ini menyusul adanya dugaan pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan seorang oknum ASN.

Pelaku kata Parmansyah, tidak tersentuh hukum positif lantaran dugaan pencabulan itu telah diselesaikan melalui peradilan adat etnis Daa.

(mdi/Palu Ekspres)

Pos terkait