SERAHKAN BUKU – Gubernur Sulteng H Longki Djanggola menyimak buku yang berisikan rangkuman kegiatan Sail Tomini 2015 yang diserahkan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, di sela-sela kegiatan Panen udang Vanamae ke-7 hasil Budidaya Supraintensif di Mamboro, Sabtu 27 Februari 2016. Foto : Anita Anggriany Amier
Gubernur Longki Djanggola Panen Udang Vanamae di Mamboro
PALU, PE – Gubernur Sulawesi Tengah, H Longki Djanggola meminta Lembaga Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) serta Perguruan Tinggi di Sulteng untuk terus mencari dan menciptakan teknologi terapan. Sehingga kata dia, teknologi itu dapat dimanfaatkan rakyat untuk memajukan Sulteng sesuai dengan visi Maju, Mandiri dan Berdaya Saing.
Hal ini disampaikan Gubernur dalam sambutannya pada panen terakhir Kolam percontohan budidaya Udang Vanamae Suprainsentif milik Dinas Perikanan dan Kelautan Sulteng di Mamboro , Sabtu, 27 Februari 2016.
Menurut Longki, kemajuan negara tak terlepas dari kemajuan teknologi. Apalagi saat ini menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean dimana daerah harus siap dari segi SDM, ketersediaan lapangan kerja serta investasi.
Itu sebabnya, Longki mengapresiasi teknologi budidaya udang Vanamae Supraintensif hasil penemuan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Dr Hasanuddin Atjo ini. Menurut Longki, penemuan Atjo pada budidaya Udang Vanamae membuka pintu industri-industri lain di sektor ini. “Ini membuka peluang untuk industri Induk udang dan industri pakan,” ujar Longki.
Tidak hanya itu, budidaya Udang Vanamae supraintensif ini kata Longki, mengangkat nama Sulteng sebagai provinsi yang pertama mengembangkan budidaya Udang di Indonesia. “Teknologi budidaya udang Vanamae ini tercatat menghasilkan panen tertinggi di dunia. Mengalahkan Mexico yang sebelumnya paling tinggi budidaya udangnya,” ujar Longki.
Gubernur Sulteng terpilih periode 2016-2021 itu sejak awal mendukung penerapan teknologi budidaya udang Vanamae ini. Dia ikut mendukung tiga kabupaten, yaitu Tojo Unauna, Parigi Moutong dan Donggala telah mereplikasi kolam percontohan budidaya Udang Vanamae ini. Dia juga mengapresiasi ketika provinsi NTT ikut pula membudidayakan Udang Vanamae supraintensif ini. “Ini sesuai dengan visi kita untuk mengejar ketertinggalan Sulteng dari daerah lain,” tandasnya.
Namun, karena teknologi ini masih membutuhkan biaya yang yang besar, maka satu kabupaten di Sulteng, cukup membuat satu kolam percontohan seperti di Mamboro. Selanjutnya, Longki mendorong upaya DKP untuk menyerahkan pengelolaan Kolam budidaya vanamae itu dikerjakan oleh pihak koperasi.
Dia juga berharap, pihak perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya bersedia untuk ikut membantu mengembangkan budidaya Vanamae ini dengan memudahkan akses pembiayaan bagi pihak-pihak yang ingin mengembangkan teknologi ini.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, Dr H Hasanuddin Atjo mengatakan panen ke tujuh kali ini, menunjukkan bahwa teknologi budidaya udang Vanamae dapat diterapkan di masyarakat. “Karena teknologi ini mapan dan konsisten, bahkan cenderung semakin meningkat hasilnya,” demikian Atjo.
Dibandingkan dengan budidaya udang secara tradisional yang menurut hitung-hitungannya dalam satu hektar hanya menghasilkan 500 kg. Di bandingkan dengan Supraintensif yang dalam satu hektarnya bisa menghasilkan 150-200 ton.
Menurut Atjo temuannya yang diperoleh dari hasil disertasi doktoralnya di Universitas Hasanuddin ini sangat sejalan dengan misi Gubernur Sulteng untuk bisa sejajar dengan provinsi lain. “Ini sudah menjadi benchmarking (studi banding) dari Jawa bahkan dari luar negeri. Meskipun lahirnya di Sulawesi Selatan, tetapi teknologi ini terkenal dari Sulawesi Tengah,” ujar Atjo di hadapan tamu dan undangan panen tersebut. Hadir sejumlah kepala dinas dan Kepala Biro Pemprov Sulteng Kapolresta Palu, Kasrem, dan Dandim serta tamu dari perbankan dan instansi terkait. (aaa)