PALU EKSPRES, PALU – Penjualan lem fox ditingkat pedagang eceran perlu dikontrol dalam sebuah regulasi daerah Kota Palu. Ini untuk membatasi penyalahgunaan lem fox sebagai bahan memabukkan dikalangan anak usia pelajar sekolah dasar dan menengah.
Harapan itu mengemuka dalam pencanangan integrasi gerakan masyarakat hidup sehat (Germas), pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK), program encegahan,pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap narkoba (P4GN), satuan tugas (Satgas) keluarga sehat bebas narkoba (SKSBN) dan gerakan gali gasa (3G), Kelurahan Lasoani Kota Palu, Sabtu (24/3).
Senly, penyuluh BNN Kota Palu dalam pencanangan itu mengutarakan bahwa lem fox sangat mudah diperoleh di toko maupun kios-kios pengecer. Namun sayangnya bahan perekat itu dijual bebas, sehingga sangat rentan disalahgunakan oleh anak sekolah.
Sementara kata dia sejauh ini lem fox memang tidak termasuk dalam zat adiktif yang diatur dalam ketentuan perundang undangan. Sehingga BNN menurutnya sulit dalam menerapkan sanksi dan pengawasan.
“Ini tantangan terbesar BNN dan tak regulasi yang melarang penjualannya secara bebas,”ujar Senly.
Karenanya dalam kesempatan itu ia berharap, khususnya kepada Pemkot Palu sedapat mungkin mendorong penyusunan peraturan daerah untuk mengontrol penjualan itu. Minimal sebut dia, larangan bagi pemilik kios untuk menjualnya ke anak-anak.
“Pelajar sekolah dasar dan menengah si Kota Palu yang menggunakan lem fox susah sangat memprihatinkan. Sayangnya itu tidak dalam jangkauan BNN,”jelasnya.
Senly juga berharap stake holder utamanya camat dan lurah, bisa mengambil Inisiatife untuk mengimbau langsung kepada pedagang agar tidak menjual lem fox kepada usia pelajar dan remaja.
“Kalau ada anak anak yang berulang kali bolak balik beli lem fox, itu patut dicurigai. Penjual jangan melayani,”sebutnya.
Lem fox lanjut dia, meski bukan bagian dari zat adiktif pengawasan BNN, namun kandungan dalam lem fox juga bisa memabukkan.
“Dan kandungannya juga bisa merusak sistem jaringan syaraf otak,”tandasnya.
Asisten 1 Pemkot Palu, Rifani Pakamundi berpendapat, jika memang harus dibuat regulasi, maka yang paling memungkinkan hanya sebatas surat edaran wali kota. Sebab kata dia, sebuah Perda tak bisa dirancang jika payung hukum diatasnya belum ada.