Bottom Ash PLTU Mpanau Dijadikan Bahan Dasar Pembuatan Semen

  • Whatsapp

PALU EKSPRES, PALU – Permasalahan krusial pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Kelurahan Mpanau Kota Palu perlahan mulai tertangani. Salahsatu masalah krusial itu adalah debu hasil pembakaran batu bara, baik yang beterbangan (fly ash) maupun tumpukan debunya (Bottom ash).

Pemkot Palu sebagai pemegang saham 5persen telah mendorong sejumlah hal untuk menyelesaikan permasalahan itu. Dan sejauh ini, sudah ada penanganan nyata terhadap tumpukan bottom ash tersebut.

Bacaan Lainnya

Asisten II Pemkot Palu, Imran menjelaskan, penanganan itu berupa pemindahan bottom ash menggunakan kapal tongkang. Beberapa waktu lalu kata dia hal itu sudah dilakukan.

Sebanyak kurang lebih 7500 ton bottom ash sudah diangkut oleh salahsatu perusahaan produksi semen. Yaitu semen tonasa di Provinsi Sulawesi Selatan.

“Itu sudah diangkut menggunakan kapal tongkang beberpa waktu lalu,”sebut Imran, Senin 22 April 2018.

Solusi ini dilakukan bukan dalam bentuk jual beli. PLTU tidak menjualnya ke perusahaan melainkan hanya sebagai solusi pemindahan material bottom ash. Hal itu menurutnya dilakukan untuk melaksanakan sanksi bagi PLTU dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait penanganan limbah bottom ash.

Menurut dia debu bottom ash itu adalah bahan dasar untuk membuat semen. Sejauh ini proses terkait izin pengapalan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)  memang baru bisa dipenuhi pihak semen tonasa.

“Yang lain sebenarnya sudah ada. Tapi izin jalurnya belum ada yang ke wilayah Sulteng,”kata Imran.

Namun dalam beberapa rencana yang telah disusun. Bahwa akan ada lagi beberapa perusahaan produksi semen di Sulawesi Selatan yang siap mengambil material itu.

“Perusahaan lain saat ini tengah mengurus dokumen izin angkut. Karena ada perlakuan khusus terhadap limbah dengan kategori B3,”ujarnya.

Solusi demikian kata Imran sudah pernah ditawarkan dan akan dilaksanakan pihak PLTU. Awalnya bottom ash yang ada saat ini sedianya dipindah dulu ke Salah satu lokasi di Kelurahan Lembara. Itu sesuai dengan izin UKL.UPL dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang telah terbit sebelumnya.

Namun upaya ini belakangan mendapat kendala karena sebagian warga di Kelurahan Lambara menolak pemindahan itu. Sementara untuk mengurus UKL.UPL yang baru membutuhkan waktu yang relatif panjang.

Pos terkait