“Kita menemukan kebaharuan, bahwa ternyata sebenarnya warna bulu dada maleo bukan menentukan gender mereka, melainkan menunjukkan tanda berbiak dari maleo itu sendiri. Di mana ketika mereka memasuki masa berbiak maka dimulai dari jantan warna bulu dadanya akan kemerahan, itu memasuki masa ketika jantannya mendekati betina. Setelah itu betina juga akan mengikuti warna yang sama, dan mereka akan memiliki warna tersebut kurang lebih dalam tiga fase selama 45 hari mulai dari pendekatan sampai bertelur. Setelah bertelur, maka warna bulu dadanya akan kembali menjadi putih semula,” jelas Nabila, usai menyambangi Gubernur Sulteng, H. Longki Djanggola, untuk berpamitan jelang keberangkatan ke AS, Selasa 24 April 2018.
Lalu bagaimana membedakan maleo jantan dan betina? Nabila menambahkan penjelasannya, bahwa hal ini dapat dilihat dari ukuran cephalon atau mahkota yang dimiliki oleh spesies yang masuk dalam kategori endangered oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) ini. Disebutkannya, maleo jantan memiliki ukuran cephalon lebih besar disbanding betina.
“Selain itu kita juga bisa melihat dari bentuk tubuh mereka, di mana bentuk tubuh betina akan lebih besar karena untuk persiapan telur mereka yang berukuran besar, sedangkan jantan lebih ramping,” kata Nabila, yang melakukan penelitian bersama Herditha di kawasan Taman Nasional Lore Lindu.
Kebaharuan teori lainnya hasil penelitian dua siswi tersebut, adalah terakait “lubang tipuan” yang dibuat maleo. Selama ini diyakini, bahwa untuk mengelabui predator maleo membuat banyak lubang yang kemudian disebut “lubang tipuan”. Namun, hasil penelitian mereka justru menyebutkan bahwa lubang-lubang tipuan tersebut, ditinggalkan oleh maleo setelah digali, karena spesies tersebut tidak menemukan kecocokan kondisi ideal, di antaranya terkait suhu tanah pada lubang tersebut. Di saat-saat tertentu, maleo akan menggunakan lubang-lubang tersebut jika kondisinya telah sesuai dengan kondisi ideal.
Nabila mengaku, penelitian mereka sangat terbantu dengan bantuan fasilitas pendukung dari beberapa pihak terkait di lokasi konservasi, terutama bantuan kamera pengintai khusus, yang membantu mereka mengamati pola perilaku maleo.
Hasil penelitian kedua siswi tersebut, dipilih oleh LIPI untuk mewakili Indonesia pada kompetisi penelitian pelajar internasional, bersaing dengan peserta dari 85 negara di dunia. Terpilihnya dua siswi SMA Al-Ahar Mandiri tersebut, merupakan kali pertama perwakilan Indonesia berasal dari wilayah Indonesia Timur. Maka tidak heran, Gubernur Sulteng, H. Longki Djanggola yang menerima kunjungan mereka, menaruh harapan besar keduanya dapat membawa harum nama Indonesia dan daerah Sulawesi Tengah khususnya.
“Semoga sukses, kalau nama Negara harum, maka tentu nama daerah kita juga ikut harum,” kata Gubernur.