Mengapa Kita Harus Membela Al-Aqsha?

  • Whatsapp

Oleh: Abdul Hanif
(Wakil Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Sulteng)

DALAM beberapa waktu terakhir, ummat Islam di hampir seluruh dunia, menyuarakan protesnya terhadap sikap arogan Amerika yang menetapkan Yerussalem sebagai Ibukota Israel.

Bacaan Lainnya

Banyak yang antusias menyambut ajakan itu, tapi tak sedikit umat Islam yang mempertanyakan. Untuk apa membantu Al Aqsha?

Dalam tulisannya, sebagaimana dilansir web Sangpencerah.com, Pemred Muslimdaily.net, Zulfikri mengatakan bahwa rangkaian peristiwa di Masjid Al-Aqsa hendaknya menyadarkan kembali kepedulian masyarakat Indonesia untuk Masjid Al Aqsha dan Palestina. Bagi umat Islam khususnya, Masjid Al Aqsha bukanlah masjid sembarangan yang sama dengan masjid-masjid pada umumnya.

Masjid Al Aqsha merupakan masjid yang diberkahi yang namanya diberikan langsung oleh Allah ta’ala dan menjadi tempat transit Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam saat melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj sebagaimana disebut oleh Allah ta’ala dalam Surat Al-Isra ayat pertama.
Masjid Al Aqsha pernah menjadi kiblat pertama umat Islam sebagaimana kedudukan Kakbah di Masjid Al Haram pada saat ini.

Masjid Al Aqsha merupakan bangunan kedua yang diletakkan Allah ta’ala di bumi setelah Masjid Al Haram. Bepergian atau mengadakan perjalanan ke Masjid Al Aqsha merupakan “piknik” yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk shalat di dalamnya, dan mengetahui secara mendalam tentangnya.

Masjid Al Aqsha merupakan salah satu tempat yang kelak tidak bisa dimasuki oleh Dajjal. Shalat di masjid Al Aqsha memiliki keutamaan ratusan kali lipat dari shalat di Masjid lainnya kecuali Masjid Al Haram dan Masjid Nabawi.

”Satu shalat di masjidku (Masjid Nabawi_pen) lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat shalat yang baik. Dan hampir-hampir tiba masanya, seseorang memiliki tanah seukuran kekang kudanya (dalam riwayat lain : ”seperti busurnya”) dari tempat itu terlihat Baitul-Maqdis lebih baik baginya dari dunia seisinya” [Diriwayatkan oleh Ibrahim bin Thahman dalam Masyikhah Ibni Thahman, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul-Ausath, dan Al-Haakim dalam Al-Mustadrak. Al-Haakim berkata : ”Ini adalah hadits yang shahih sanadnya, dan Al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya. Adz-Dzahabi dan Al-Albani sepakat dengan beliau].

Pos terkait