PALU EKSPRES, PALU – Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Tadulako (Untad) kembali menyuarakan pendapatnya, terkait proses Pemilihan Rektor (Pilrek) Untad yang akan digelar dalam waktu dekat.
Hal ini menjadi salah satu topik dalam Dialog Kebangkitan yang digelar IKA Untad untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-110, di salah satu kafe di Kota Palu, Senin 21 Mei 2018.
Salah satu pandangan yang dibahas terkait Pilrek, adalah bagaimana alumni Untad dapat didorong untuk menjadi pemimpin Untad ke depan. Koordinator Presidium Pengurus Pusat IKA Untad, Dr. Muh. Nur Sangadji menerangkan, dalam dialog tersebut, berkembang pemikiran pragmatis afirmatif dari para peserta dialog, yang berpandangan bahwa bagaimana alumni Untad bisa menahkodai almamater tempat dia belajar dulu.
‘Setelah kita melakukan dialog berkali-kali, maka IKA Untad berpandangan pada dua hal, pertama secara afirmatif kita meminta agar diberikan kesempatan kepada alumni Untad untuk memimpin. Itu artinya, di mana-mana perguruan tinggi kalau alumni sudah memiliki kemampuan, maka berikanlah kepada mereka untuk memimpin,” jelas Nur Sangadji.
Hal ini menurutnya merupakan bagian dari sebuah kebanggan, yang nantinya akan dilihat oleh para mahasiswa, sebagai hasil dari keberhasilan proses akademis yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi bersangkutan.
“Itu pandangan pragmatis yang bersifat afirmatif, untuk membangkitkan kebanggaan bagi mahasiswa dan alumni di almamater yang bersangkutan, dan ini juga adalah jaminan indikator mutu dari perguruan tinggi, bahwa mereka mampu melahirkan seorang pemimpin,” lanjutnya.
Pandangan yang kedua, lanjut Nur Sangadji, adalah alumni memberikan kesempatan kepada pihak lain yang dipandang memiliki kemampuan luar biasa. Hal ini disebutkannya, telah dilakukan oleh Untad beberapa kali. Misalnya pada masa kepemimpinan Prof. Mattulada beberapa waktu lalu, dan Prof. Basir Cyio saat ini.
“Misalnya dulu kita punya Prof. Mattulada yang sangat hebat dan berkelas dunia, terakhir kita beri kesempatan kepada Prof. Basir, yang meski bukan alumni tetapi karena memiliki kehebatan yang sangat hebat, maka diberi kesempatan sampai dua periode memimpin. Kalau sudah punya kesempatan dua kali, harusnya beri kesempatan lah kepada orang lain,” tuturnya.
Ia juga berharap, agar proses demokrasi yang sedang berjalan di Untad, dapat berlangsung secara fairplay. Yakni pimpinan perguruan tinggi tidak boleh berpihak, dan tidak boleh menggalang kekuatan tersendiri untuk mendukung orang tertentu.
“Supaya kita tunjukkan kepada publik, tentang kualitas demokrasi yang bisa dicontohi, karena kita ini adalah pertemuan para intelektual,” tegasnya.
Ia meminta semua pihak yang terlibat untuk bersaing secara sehat, berdasarkan track record kapasitas dan objektifitas atas kemampuan masing-masing.
Olehnya, Nur Sangadji juga meminta kepada pihak Kementerian Ristekdikti yang akan mengirimkan wakilnya pada pemilihan Rektor mendatang, dapat menilai berdasarkan objektifitas tersebut, bukan hanya datang sekadar memberikan suara pada pemilihan saja.
“Utusan menteri itu harus tahu, dinamika dan suasana kebatinan yang sedang ada di suatu proses demokrasi di sebuah kampus. Karena itu dia wajib mendengar semua pihak, sehingga kami meminta kesempatan bertemu juga dengan perwakilan Menteri yang datang, tidak boleh misalnya dia mendengar hanya dari satu pihak saja,” ujarnya lagi.
Nur Sangadji juga mengaku, pihaknya juga akan membuat rumusan pemikiran-pemikiran tersebut, untuk dibagikan kepada semua anggota Senat Universitas, dengan harapan dapat menjadi bahan pertimbangan pada proses Pilrek Untad mendatang.
(abr/Palu Ekspres)