PALU EKSPRES, DONGGALA– Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Donggala dinilai tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan dalam mengelola Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2017.
Hal itu terungkap dalam laporan Pansus Satu pada sidang paripurna yang digelar, Selasa 31 Juni 2018. Ketidakpatuhan tersebut menimbulkan banyaknya temuan sehingga mengakibatkan Kabupaten Donggala mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk kali kedua dari BPK Perwakilan Sulteng.
Wakil ketua Pansus Satu, Asnudin mengungkapkan, ada 13 item temuan di sejumlah OPD atas ketidakpatuhan pada aturan perundang-undangan antara lain, kelebihan pembayaran belanja pegawai sebesar Rp427. 203. 864; Kelebihan pembayaran honor non ASN di dinas Perhubungan Donggala; Kelebihan pembayaran realisasi belanja perjalanan dinas.
Selanjutnya, belanja barang dan jasa pada 22 OPD melebihi ketentuan yang diatur dalam Keputusan Bupati sebesar Rp 115.548.237; realisasi belanja perawatan kendaraan bermotor pada Sekretariat DPRD Donggala sebesar Rp 138.578. 428; serta kemahalan harga pembelian barang yang diserahkan kepada masyarakat sebesar Rp325. 950. 377,00.
Selain itu lanjut Asnudin, adanya temuan kelebihan pembayaran atas realisasi belanja modal jalan sebesar Rp 1. 168.727. 261, 196; kekurangan volume pekerjaan jaringan air bersih sebesar Rp 171. 513. 144; ketidaksesuaian pelaksanaan dua pekerjaan dinas Pariwisata sebesar Rp 2. 205. 482. 195; kekurangan volume pekerjaan pembangunan Cartport gedung DPRD Donggala dan pagar keliling kantor Bupati Donggala sebesar Rp 234. 420. 592.
Denda keterlambatan yang kurang pungut atas pekerjaan jembatan Toaya-Taripa sebesar Rp 58. 933. 000; belanja hibah kegiatan STQ Tingkat Provinsi, dan keterlambatan penyetoran UP, Jasa Giro, dan ketekoran KAS pada dinas Perhubungan.
Diakhir penyampaianya, Asnudin mengingatkan kembali Bupati Donggala untuk segera menindaklanjuti temuan-temuan Pansus Satu tersebut. Selain itu politis PPP ini juga menyinggung temuan-temuan dari pihak ketiga dari tahun 2014 dan 2015 yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah namun hingga kini belum belum jelas penyelesaiannya.
“Kami minta bupati tegas. Kalau masih ada yang belum mau melunasi kewajibannya, rekomendsikan saja ke jalur hukum untuk ditindaklanjuti,” tutup Asnudin.