Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik atau BPS, kenaikan impor terjadi sepanjang semester pertama tahun ini dan menyebabkan neraca perdagangan defisit. Komponen impor tertinggi adalah bahan baku untuk proyek infrastruktur, di antaranya impor besi baja, yang meningkat 39 persen, dan impor mesin serta alat listrik, yang naik 28 persen pada Mei 2018 lalu.
Tingginya penggunaan bahan impor dan valuta asing dalam proyek infrastruktur pun berdampak pada kinerja keuangan badan usaha milik negara atau BUMN, khususnya yang menggarap proyek-proyek penugasan besar.
Data Kementerian BUMN menyebutkan utang perusahaan negara yang berhubungan dengan jalan tol naik 54,05 persen pada 2014-2017, diikuti dengan pertumbuhan aset dan ekuitas masing-masing 53,29 persen dan 51,17 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku, tak keberatan jika sejumlah proyek infrastruktur ditunda hingga beberapa tahun.
“Kami ingin meyakinkan bahwa proyek-proyek tersebut tetap penting dan urgen dilakukan, maka bisa ditunda ke tahun yang akan datang,” katanya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo kepada media beberapa waktu lalu mengatakan, penundaan proyek dapat membantu menekan defisit transaksi berjalan, yang tahun ini diperkirakan melebar hingga US$ 25 miliar.
“Namun, konsekuensinya, investasi dan pertumbuhan ekonomi melambat dari perkiraan semula,” ujarnya. Dia berharap pemerintah sangat selektif dalam memiliki proyek yang hendak ditunda. “Misalnya pada proyek yang belum memiliki sumber pendanaan valuta asing untuk impor,” ucapnya. (dil)