PALU EKSPRES, PALU- Fungsi utama partai politik (Parpol) sebagai peserta Pemilu adalah memberi pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. Namun sayang fungsi itu berjalan tidak optimal, untuk tidak disebut sama sekali tidak berjalan. Pasalnya, pelanggaran demi pelanggaran kepemiluan justru dilakukan orang-orang yang terkait langsung dengan partai politik. Terus dilaporkan melakukan politik uang dan politisasi sara hingga pemberian ‘mahar’ politik. Koordinator divisi (Kordiv) Penanganan Pelanggaran Bawaslu RI, Ratna Dewi Petalolo mengakui hal itu. Dia menyebut alasan itu didukung dengan fakta yang kerap terjadi saat ini. “Pernyataan ini didukung dengan fakta yang ada. Bahwa ternyata pelanggaran masih banyak dilakukan tim kampanye, bagian dari parpol. Bagaimana politik uang dan politisasi sara yang terus terjadi,”kata Ratna Dewi Petalolo usai menghadiri sosialisasi pengawasan partisipatif Pemilu legislatif, pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019, Jumat 24 Agustus 2018 di Palu.
Fakta itu menurut dia menandakan fungsi pendidikan politik, yang notabene menjadi peran Parpol, tidak dilaksanakan baik. “Padahal yang kita harap parpol itu tidak gunakan cara-cara yang tidak mendidik. Ternyata sampai hari ini masih terjadi,”sebutnya. Karena itu, pihaknya lanjut Dewi, sasaran yang didorong untuk meminimalisir dan mencegah pelanggaran Pemilu adalah masyarakat. Yang menjadi sasaran dari politik uang dan politisasi sara. Karena politik uang dan sara itu terjadi kalau ada dua unsur. Yaitu pemberi dan penerima. “Makanya yang kita cegah adalah penerimanya,”urainya. Bawaslu pun menurut dia mengubah pola penguatan pendidikan politik dalam rangka pengawasan. Yakni menyasar langsung masyarakat sebagai objek dari Pemilu itu sendiri. Pencegahan pelanggaran pemilu jelas dia hanya bisa dilakukan dengan membangun kekuatan rakyat.
Penguatan partisipasi masyarakat itu sebutnya sudah dilakukan sejak komisioner Bawaslu RI dilantik. Pertama dengan mengubah tag line Bawaslu menjadi ‘bersamaan rakyat awasi Pemilu. “Ini pesan yang ingin kami sampaikan bahwa Bawaslu sangat berharap masyarakat jadi bagian penting dalam proses pengawasan Pemilu,”ujarnya.
Pihaknya telah mendesain berbagai strategi pengawasan partisipatif. Membentuk lembaga lembaga pengawasan masyarakat. Misalnya pojok pengawasan, Kowaslu dan forum warga saka adhyaksa.
“Ini bagian dari kepedulian Bawaslu, karena masyarakat bisa dibagi dalam beberapa kelompok berdasar pekerjaan, umur profesi. Sehingga pendekatannya harus berbeda beda,”paparnya.
Dengan begitu Bawaslu akan mudah melibatkan kelompok masyarakat untuk berpartisipasi. Disamping itu Bawaslu juga menyediakan ruang-ruang diskusi di sekretariat Bawaslu.
“Siapa saja bisa datang untuk diskusi. Berikan gagasan ,ide untuk mereka bisa terlibat dalam pengawasan Pemilu,”demikian Ratna Dewi.