PALU EKPSRES, PALU – Tuntunan penggunaan pengeras suara azan di rumah ibadah umat Islam oleh Kementerian Agama (Kemenag), diminta untuk tidak dikait-kaitkan dengan hal-hal politik, apalagi saat ini mulai memasuki tahun-tahun politik di Indonesia.
Hal ini dikatakan Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kantor Wilayah Kemenag Sulteng, H. Muh. Ramli, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa 28 Agustus 2018. Ramli mengimbau kepada masyarakat untuk dapat menyikapi hal tersebut secara bijaksana. Apalagi tuntunan tersebut kata Ramli telah dikeluarkan Dirjen Bimas Islam Kemenag RI sejak tahun 1978.
“Tuntunan itu sudah ada sejak tahun 1978, tidak ada yang baru. Hanya mengingatkan kembali, bahwa ada aturan tentang itu. Diimbau kepada umat Muslim untuk menyikapi secara bijaksana, tidak usah disikapi dengan berlebihan, apalagi sudah dikait-kaitkan dengan tahun politik,” kata Ramli.
Ia menekankan, surat instruksi Dirjen Bimas Islam bernomor Kep/D/101/1978 tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di Masjid, Langgar dan Musolah tersebut hanya mengatur masalah penggunaan pengeras suara, salah satunya tentang waktu pemakaian pengeras suara di rumah ibadah umat Islam.
“Sebenarnya kita tidak mengatur terlalu masuk ke dalam teknis ibadah, negara tidak mencampuri teknis ibadah pemeluk agama, ini yang perlu diperjelas. Yang ditata di situ adalah pengeras suara yang ada di rumah ibadah, jadi sifatnya itu kapan diperlukan, contohnya beberapa menit sebelum azan sudah mulai berbunyi atau pengajian. Intinya bagaimana umat kita dipandu ibadahnya berjalan, syiarnya berjalan” jelasnya.
Sebelumya, Kemenag RI melalui Dirjen Bimas Islam, Muhammadiyah Amin meminta kepada jajarannya yakni tiap Kanwil Kemenag, untuk kembali melakukan sosialisasi tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan mushalla yang tertuang dalam Instruksi Dirjen Bimas Nomor Kep/D/101/1978.
(abr/palu ekspres)